Unordered List

Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dan Mentalis Benalu

 on Senin, 21 Desember 2015  

Wengker.com, Cerita Hikmah - Alkisah, suatu hari Rasulullah saw didatangi seorang pengemis yang pakaiannya compang-camping. wajah lelaki itu tampak sedih dan mengenaskan. Tentu  saja Rasul merasa kasihan. Tapi tahukah anda, apa yang diberikan Rasul kepada pengemis itu? Bukan uang bukan pula makanan, tetapi sebuah kampak tajam sambil bersabda, 'Pergilah ke hutan. Kumpulkan kayu bakar. Jual dan kembalilah kepadaku setelah lima belas hari." (HR. Abu Dawud).

Subhanallah, begitulah Rasul kita. Sang guru besar yang selalu mendididk dan mengajari umatnya. Rasul tidak memanjakan pengemis dengan memberikan uang atau makanan, nemun memberinya kampak untuk bekerja. Sebab, dengan bekerja, sang pengemis bisa kembali punya harga diri di mata masyarakat.

Ada dua hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas. Pertama, bahwa bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan kepada masyarakat miskin bukanlah solusi tepat guna mengentaskan kemiskinan. Sebab, bantuan-bantuan seperti itu malah berpotensi memenjakan mereka dengan terus-menerus menggantungkan harapan pada datangnya bantuan. Singkatnya, BLT secara tidak langsung akan membentuk "mentalitas benalu". Justru yang efektif, menurut hemat saya, adalah dengan meberikan modal usaha atau modal kerja berupa life skill sehingga nantia ia memiliki kecakapan hidup.

Kedua, tidak perlu gengsi dalam bekerja. Apa saja, asal halal dan terhormat, kita hendaknya dengan senang dan sepenuh hati menjalaninya. Terkadang kita gengsi dan memilah-milah pekerjaan. Kecenderungan kebanyakan kita selalu ingin bekerja enak, gaji besar dan punya prestise tersendiri. Kita sering lupa bahwa Rasulullah dan nabi-nabi lainnya bekerja sebagai pengembala. Kita pun kadang tidak tahu bahwa sahabat Abu Hurairah, sang perawi hadis paling handal, bekerja sebagai pembantu. Bahkan konon gajinya hanya sepiring nasi untuk mengganjal perut kosong.

Demikian halnya dengan para ulama kita. Mereka ternyata  juga terlibat dalam usaha perdagangan, home industri, pertanian dan lain-lain. Abû Hanîfah misalnya, dikenal sebagai al-Bazzar, pedagang kain. Ia mempunyai toko dan melayani sendiri. Pada saat-saat tidak ada pembeli, Abû Hanîfah mengisi waktunya dengan membaca kitab atau memberi fatwa. Ayah Imâm al-Ghazzâlî juga dikenal sebagai pemintal benang untuk dijadikan kain. Sari al-Saqatî, seorang shufi kenamaan (w. 255 H/ 871 M) adalah seorang saudagar bangunan di pasar. Abû Qâsim al-Junaidî (w. 295 H/ 910 M) memiliki toko pemotong kaca dan melayani sendiri para pembelinya. Ibnu Khafîf menginformasikan: “pada masaku kebanyakan para guru shufi memiliki pekerjaan sebagai penopang hidup mereka. Aku sendiri belajar memintal benang. Hasilnya aku jual di pasar untuk menghidupi keluargaku”, (Warisan Sufi, I/8).

Semoga fakta sejarah tersebut menginspirasi para pemangku kebijakan di negeri ini sehingga kebijakan-kebijakan mereka, khusunya terkait program pengentasan kemiskinan, betul-betul bisa bersifat solutis bagi permasalahan ekonomi umat. Semoga...!
Oleh Bapak Ahmad Syafi'i SJ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

>>> Please do not use anonymous ....
>>> Berikan data anda dengan benar.....
>>> Berikan komentar anda sebagai bukti bahwa anda adalah pengunjung dan bukan robot......
>>> Komentar ANONIM tidak akan ditanggapai oleh admin......
>>> Sorry, Admin will not respond to anonymous comments are not clear. so thank you

Diberdayakan oleh Blogger.
J-Theme