Wengker.com, NGAWI – Tujuh bulan setelah pernikahan Mbak Kodok Ibnu Sukodok dengan peri Roro Setyowati, kabar gembira itu akhirnya datang. Peri penunggu Sendhang Margo dan Sendhang Ngiyom alas Begal, Kecamatan Kedunggalar Ngawi itu dikabarkan telah mengandung bayi kembar dampit alias laki-perempuan. Bramantyo Prijosusilo, seniman sang pemilik acara pernikahan manusia-peri itu mengaku telah mengonfirmasikan kabar bayi kembar dampit itu kepada Mbah Kodok. Menurut penuturan Mbah Kodok, kata Bram, bayi kembar dampit itu akan lahir sepekan lagi. Dan jika perkiraan itu benar, maka kelahiran bayi kembar dampit itu bertepatan dengan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni. “Menurut dukun bayi Kraton Ngiyom, kira-kira seminggu lagi hari manusia, kedua jabang bayi kembar dampit akan lahir,” kata Bram melalui akun facebooknya, Rabu (27/5/2015).
Dengan demikian, imbuhnya, kelahiran bayi kembar dampit itu tak berselang lama sebelum dimulainya acara Dhanyang Setyowati Sukodok Membangun Rumah di alas Begal. “Acara tersebut akan sekalian sebagai jagong bayi,” tambah seniman nyentrik itu. Sebelumnya diberitakan, untuk menyogsong kedua buah hati kembang dampit itulah, Peri Setywosati meminta agar rumahnya di Sendhang Margo dan Sendhang Ngiyom di Alas Desa Begal, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi diperbaiki. Kedua sendhang itu memang kediaman Peri sebelum ia hijrah ke Alas Ketonggo bersama suaminya, Mbah Kodok. “Permintaan itu juga merupakan janji Mbah Kodok ketika akan menikahi Peri Setyowati dulu,” jelas Bramantyo.
Bram menjelaskan, janji yang terucap dari Mbak Kodok kepada Peri Setyowati adalah bentuk kecintaanya kepada istrinya itu. Ia bahkan mau menikahi Peri Setyowati lantaran ingin menolong mahluk gaib itu yang rumahnya telah poranda dihancurkan manusia pascareformasi. “Undang -undang (UU) No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan memberi tuntunan mengenai daerah penyangga mata air yang harus dikonservasi. Maka, UU itu pun menjadi dasar hukum pembangunan rumah Setyowati, berupa hutan konservasi di daerah penyangga mata airnya,” jelas Bram. Bram menegaskan, perbaikan rumah Peri Setyowati bakal dilaksanakan selama dua hari berturut, yakni Sabtu-Minggu (6-7/6/2015). Perbaikan rumah itu akan melibatkan masyarakat luas, mulai warga lokal, para pemangku kebijakan dari Perhutani, Dinas Pendidikan, Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan lain-lain. Tentu saja, dari masyarakat umum juga diharapkan bisa hadir dalam acara rehab kediaman manusia-peri itu. “Acara ini akan kami kemas dalam happening art [seni kejadian] ,” terangnya.
Suatu kabar menggembirakan tentunya dalam sebuah perkawinan apalagi setelahnya dilahirkan keturunan hasil buah hati kedua insan. Kabar tersebut memang lazim didengar dan dilihat secara kasat mata namun kali ini lain, justru kabar kebahagian itu datang dari alam lain atau biasa disebut alam ghoib. Seperti diketahui perkawinan dua alam pada Oktober 2014 tahun lalu antara Bagus Sukodok Ibnu Sokodok yang biasa dipanggil Mbah Kodok dengan Roro Peri Setyowati kini telah dikaruniai anak kembar dampit. Sebelumnya Roro Peri Setyowati yang tidak lain Dhanyang Alas Margo masuk wilayah Desa Begal, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, diyakini hamil tua buah hati dengan Mbah Kodok (63) seorang pria kelahiran Solo, Jawa Tengah. Kabar kebahagian Mbah Kodok tersebut datang dari Bramantyo Prijosusilo melalui siaran pers yang dikeluarkan sekitar 19.00 WIB pada Minggu malam (31/05). Dalam siaranya pukul 16.45 WIB tadi atau Minggu sore (31/05), menurut hitungan waktu manusia, Setyowati melahirkan bayi kembar dampit yakni laki-laki dan perempuan. Kedua jabang bayi sehat kuat dan tidak kekurangan sesuatu apapun. Sang Ibu, juga dalam keadaan sehat. Sesuatu yang unik dari kelahiran kedua bayi kembar itu adalah, tidak ada yang menjadi “kakak” dan tidak ada yang menjadi “adik”nya. Biasanya dalam tradisi Jawa, anak kembar dianggap adik kakak, dan yang lahir belakanganlah yang dianggap kakaknya. Namun Setyowati bukan mahluk manusia biasa. Beliau melahirkan kedua bayinya melalui hembusan nafasnya melalui kedua cuping hidungnya, yang satu wangi bunga kanthil, yang satu harum kenanga.
Bahkan, keluarga Mbah Kodok dan Setyowati mengucapkan terimakasih atas segala doa baik yang dipanjatkan untuk keselamatan mereka, dan memohon dengan hormat agar diberi izin mengharapkan kedatangan khalayak ramai ke Sendhang Margo Mustiko Warih di Hutan Begal, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, dengan menyampaikan sepucuk undangan. Dalam isi undanganya tidak lain mengharap kedatangan semua warga masyarakat untuk menghadiri pagelaran “Seni-Kejadian” berjudul “Dhanyang Setyowati Sukodok Membangun Rumah”. Pagelaran itu nantinya berwujud sebuah selamatan sederhana demi menghaturkan syukur dan memohon restu dari Yang Maha Kuasa, untuk mulai membangun Kraton Ngiyom yang tidak jauh dari Sendhang Margo Mustiko Warih. Pada saat yang sama, selamatan yang dilakukan nantinya merupakan sebuah syukuran bahwa kedua jabang bayi peri Setyowati dan Kodok Ibnu Sukodok telah lahir dengan selamat, melalui cuping hidup Sang Ibu, bersama dengan hembusan nafasnya. Sesuai rencananya Mbah Kodok sebagai Sang Bapa sudah menyiapkan nama yang akan disematkan dan diumumkan dalam sebuah upacara pada tanggal 07 Juni 2015 di Sendhang Margo Mustiko Warih. Dalam syukuran itu ditandai hiburan pagelaran wayang sabet, lakon “Setyaki Lair”, Ki Dhalang Sudirman Ronggo Darsono asal Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren. Ditambahkan, semua undangan yang hadir sesuai keterangan dari Bramantyo Prijosusilo dimohon berpikir keselamatan dalam berpakaian, yang sedapat mungkin diminta ada suatu ciri adat Nusantara di dalamnya, misalnya, mengenakan destar, songkok, batik, sarung, surjan, kebaya, dan atau sekedar sumping bunga di telinga.
SiagaIndonesia
Sumber Info
Dengan demikian, imbuhnya, kelahiran bayi kembar dampit itu tak berselang lama sebelum dimulainya acara Dhanyang Setyowati Sukodok Membangun Rumah di alas Begal. “Acara tersebut akan sekalian sebagai jagong bayi,” tambah seniman nyentrik itu. Sebelumnya diberitakan, untuk menyogsong kedua buah hati kembang dampit itulah, Peri Setywosati meminta agar rumahnya di Sendhang Margo dan Sendhang Ngiyom di Alas Desa Begal, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi diperbaiki. Kedua sendhang itu memang kediaman Peri sebelum ia hijrah ke Alas Ketonggo bersama suaminya, Mbah Kodok. “Permintaan itu juga merupakan janji Mbah Kodok ketika akan menikahi Peri Setyowati dulu,” jelas Bramantyo.
Bram menjelaskan, janji yang terucap dari Mbak Kodok kepada Peri Setyowati adalah bentuk kecintaanya kepada istrinya itu. Ia bahkan mau menikahi Peri Setyowati lantaran ingin menolong mahluk gaib itu yang rumahnya telah poranda dihancurkan manusia pascareformasi. “Undang -undang (UU) No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan memberi tuntunan mengenai daerah penyangga mata air yang harus dikonservasi. Maka, UU itu pun menjadi dasar hukum pembangunan rumah Setyowati, berupa hutan konservasi di daerah penyangga mata airnya,” jelas Bram. Bram menegaskan, perbaikan rumah Peri Setyowati bakal dilaksanakan selama dua hari berturut, yakni Sabtu-Minggu (6-7/6/2015). Perbaikan rumah itu akan melibatkan masyarakat luas, mulai warga lokal, para pemangku kebijakan dari Perhutani, Dinas Pendidikan, Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan lain-lain. Tentu saja, dari masyarakat umum juga diharapkan bisa hadir dalam acara rehab kediaman manusia-peri itu. “Acara ini akan kami kemas dalam happening art [seni kejadian] ,” terangnya.
Suatu kabar menggembirakan tentunya dalam sebuah perkawinan apalagi setelahnya dilahirkan keturunan hasil buah hati kedua insan. Kabar tersebut memang lazim didengar dan dilihat secara kasat mata namun kali ini lain, justru kabar kebahagian itu datang dari alam lain atau biasa disebut alam ghoib. Seperti diketahui perkawinan dua alam pada Oktober 2014 tahun lalu antara Bagus Sukodok Ibnu Sokodok yang biasa dipanggil Mbah Kodok dengan Roro Peri Setyowati kini telah dikaruniai anak kembar dampit. Sebelumnya Roro Peri Setyowati yang tidak lain Dhanyang Alas Margo masuk wilayah Desa Begal, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, diyakini hamil tua buah hati dengan Mbah Kodok (63) seorang pria kelahiran Solo, Jawa Tengah. Kabar kebahagian Mbah Kodok tersebut datang dari Bramantyo Prijosusilo melalui siaran pers yang dikeluarkan sekitar 19.00 WIB pada Minggu malam (31/05). Dalam siaranya pukul 16.45 WIB tadi atau Minggu sore (31/05), menurut hitungan waktu manusia, Setyowati melahirkan bayi kembar dampit yakni laki-laki dan perempuan. Kedua jabang bayi sehat kuat dan tidak kekurangan sesuatu apapun. Sang Ibu, juga dalam keadaan sehat. Sesuatu yang unik dari kelahiran kedua bayi kembar itu adalah, tidak ada yang menjadi “kakak” dan tidak ada yang menjadi “adik”nya. Biasanya dalam tradisi Jawa, anak kembar dianggap adik kakak, dan yang lahir belakanganlah yang dianggap kakaknya. Namun Setyowati bukan mahluk manusia biasa. Beliau melahirkan kedua bayinya melalui hembusan nafasnya melalui kedua cuping hidungnya, yang satu wangi bunga kanthil, yang satu harum kenanga.
Bahkan, keluarga Mbah Kodok dan Setyowati mengucapkan terimakasih atas segala doa baik yang dipanjatkan untuk keselamatan mereka, dan memohon dengan hormat agar diberi izin mengharapkan kedatangan khalayak ramai ke Sendhang Margo Mustiko Warih di Hutan Begal, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, dengan menyampaikan sepucuk undangan. Dalam isi undanganya tidak lain mengharap kedatangan semua warga masyarakat untuk menghadiri pagelaran “Seni-Kejadian” berjudul “Dhanyang Setyowati Sukodok Membangun Rumah”. Pagelaran itu nantinya berwujud sebuah selamatan sederhana demi menghaturkan syukur dan memohon restu dari Yang Maha Kuasa, untuk mulai membangun Kraton Ngiyom yang tidak jauh dari Sendhang Margo Mustiko Warih. Pada saat yang sama, selamatan yang dilakukan nantinya merupakan sebuah syukuran bahwa kedua jabang bayi peri Setyowati dan Kodok Ibnu Sukodok telah lahir dengan selamat, melalui cuping hidup Sang Ibu, bersama dengan hembusan nafasnya. Sesuai rencananya Mbah Kodok sebagai Sang Bapa sudah menyiapkan nama yang akan disematkan dan diumumkan dalam sebuah upacara pada tanggal 07 Juni 2015 di Sendhang Margo Mustiko Warih. Dalam syukuran itu ditandai hiburan pagelaran wayang sabet, lakon “Setyaki Lair”, Ki Dhalang Sudirman Ronggo Darsono asal Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren. Ditambahkan, semua undangan yang hadir sesuai keterangan dari Bramantyo Prijosusilo dimohon berpikir keselamatan dalam berpakaian, yang sedapat mungkin diminta ada suatu ciri adat Nusantara di dalamnya, misalnya, mengenakan destar, songkok, batik, sarung, surjan, kebaya, dan atau sekedar sumping bunga di telinga.
SiagaIndonesia
Sumber Info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
>>> Please do not use anonymous ....
>>> Berikan data anda dengan benar.....
>>> Berikan komentar anda sebagai bukti bahwa anda adalah pengunjung dan bukan robot......
>>> Komentar ANONIM tidak akan ditanggapai oleh admin......
>>> Sorry, Admin will not respond to anonymous comments are not clear. so thank you