Ada analisa budaya tentang "kejawen"
yang terkenal sarat dengan berbagai mitos mistik didalamnya.
"kejawen" bukanlah sebuah sindikat ataupun lembaga keagamaan yang
mempunyai anggota resmi lengkap beserta perangkat-perangkat lainnya, laiknya
sebuah organisasi atau lembaga.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
"http://id.wikipedia.org/wiki/"kejawen"".
"kejawen" merupakan sebuah kepercayaan atau mungkin boleh
dikatakan agama, yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan
sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa. "kejawen" pun bukan
merupakan sebuah agama yang terorganisir sebagaimana agama Islam dan Kristen
semisal. Ciri khas utama agama "kejawen" ini adanya perpaduan
animisme, agama hindu dan budha, bahkan juga seluruh agama di Indonesia.
Menurut Yos Rizal dalam artikelnya yang
bartajuk “Kesusastraan Islam Melayu dan "kejawen" di Indonesia”,
mengungkap Islam masa lampau. Beliau menyebutkan bahwa jika ditilik ulang
mengenai sejarah, maka sejarah datangnya Islam pada abad ke- 13 masehi, atau
mungkin sebelumnya, menunjukan bahwa agama Islam yang tersiar di Indonesia
adalah Islam yang mentradisi, yang telah surut pemikirannya. Artinya Islam yang
datang adalah Islam kelas dua, disiarkan dan dikelola ulama-ulama kelas
pengikut (tabi');.
Masih juga menurut Yos Rizal, salah satu
penyebab timbulnya hal ini dikarenakan, pegangan para ulama terdahulu Indonesia
adalah kitab-kitab sastra budaya ekspresif, yang irrasional, berdasarkan
perasaan, intuisi dan imajinasi. Sedangkan sastra budaya Islam (kitab-kitab
agama) yang bermuatan progresif dan ilmiah belum mendominasi pendidikan agama.
"Kejawen" yang merupakan sebuah
produk percampuran dari berbagai agama, sudah mentradisi dan melekat dalam
sebuah kepercayaan baru, khususnya bagi orang jawa, atau orang luar jawa yang
hidup di sekitar pulau jawa.
"Kejawen" yang disebut oleh seorang
ahli antropologi Amerika Serikat , Clifford Geertz the religion of
java atau "Agami Jawi" ini bukan saja merupakan sebuah aliran
kepercayaan, namun khsusunya bagi orang jawa, "kejawen" merupakan
gaya hidup dan sebuah aturan norma yang sakral.
Pada kenyataannya, "kejawen" ini
banyak bersinggungan dengan agama-agama, dan lebih melekat dengan budaya Islam.
Yakni berdasarkan pada percampuran Islam dan budaya "kejawen" yang
dianut oleh orang jawa. Hal ini memang melahirkan suatu budaya baru, yang
'mengeruhkan' budaya-budaya awal. Sehingga tidak dapat diketahui siapa yang hitam
dan siapa yang putih, karena "kejawen" berwarna abu-abu.
Ada lagi pendapat dari tokoh Islam Kejawen
Bojonegoro,Soenarjo dalam dialog intraktif tentang Islam Kejawen seusai
pelantikan PR IPNU dan IPPNU Gunungsari masa khidmat 2007-2008 di Balai Desa
Gunungsari. Beliau menyatakan bahwa "Nenek moyang menilai budaya Indonesia
beragam. Sehingga perlu ada akulturasi agar Islam dapat diterima masyarakat
Jawa”. Islam kejawen juga merupakan Islam percampuran antara Islam dan adat
istiadat Jawa. Dalam "Islam kejawen" tokoh yang menjadi rujukan
adalah Sunan Kalijaga. Oleh karena itu, masih menurut Soenarjo, Sunan Kalijaga
dijadikan rujukan "Islam Kejawen" karena dinilai mampu membaca alam
semesta secara benar. Dalam ajaran Jawa, memang menekankan anjuran mempelajari
alam semesta. Selain itu, juga menekankan aspek perilaku. "Yakni, lelakon
yang harus dilakukan manusia, bukan hanya tekstual
If some one desires to be updated with most recent technologies after
BalasHapusthat he must be pay a quick visit this web page
and be up to date every day.
Feel free to surf to my web site; شركة تخزين اثاث بالرياض