المُنَادَى
المُضَافُ إلَى يَاء المُتَكَلِّمِ
BAB MUNADA MUDHAF PADA YA’ MUTAKALLIM
وَاجْعَلْ مُنَادًى صَحَّ إنْ
يُضِفْ لِيَا ¤ كَعَبْدِ عَبْدِي عَبْدَا عَبْدِيَا
Jika Munada Shahih akhir mudhaf pada Ya’ Mutakallim
maka buatlah serupa contoh Abdi, Abdiy, Abdaa atau Abdayaa.
Munada yang dimudhafkan pada Ya’ Mutakallim bisa berupa
Isim Mu’tal Akhir atau Shahih Akhir.
Apabila berupa Isim Mu’tal Akhir, maka hukumnya sama
dengan ketika tidak menjadi Munada, sebagaimana penjelasannya dalam Bab Mudhaf
pada Ya’ Mutakallim, yaitu menetapkan Ya Mutakallim dengan berharkat fathah,
contoh:
يا فتايَ
YAA FATAAYA = Hai Pemudaku!
يا قاضيَّ
YAA QAADIYA = Hai Hakimku !
oOo
Apabila berupa Isim Shahih, maka boleh dibaca dengan
empat cara :
1. Membuang Ya’ Mutakallim dan menetapkan harkat kasrah
sebagai dalil terbuangnya Ya’ Mutakallim. Cara yang pertama ini adalah yang
paling banyak digunakan, contoh :
يا غلامِ
YAA GHULAAMI = wahai anak mudaku !
Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
يَا عِبَادِ فَاتَّقُونِ
YAA ‘IBAADI FAT-TAQUUN = Maka bertakwalah kepada-Ku hai
hamba-hamba-Ku (QS. Azzumar 16)
Lafazh ‘IBAADI = Munada Mudhaf, Manshub tanda nashabnya
Fathah Muqaddar di atas huruf sebelum Ya’ Mutakallim yg dibuang untuk
takhfif/meringankan, dicegah i’rab zhahirnya karena Isytighol mahal/ termuatnya
posisi dengan huruf yang sesuai. Ya’ yg terbuang adalah Dhamir Mutakallim Mabni
Sukun pada posisi Jarr sebagai Mudhaf Ilaih.
2. Menetapkan Ya’ dengan berharkat Sukun, Cara yang
keduan ini juga yang paling banyak digunakan setelah cara yg pertama, contoh:
يا غلامي
YAA GHULAAMIY = wahai pemudaku !
Contoh dalam Ayat Al-Qur’an dengan menetapkan Ya’ sukun
oleh sebagian Qiro’ah Sab’ah bacaan Abu ‘Amr dan Ibnu “Amir:
يَا عِبَادِيْ لَا خَوْفٌ
عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنتُمْ تَحْزَنُونَ
YAA ‘IBAADIY LAA KHOUFUN ‘ALAIKUMUL-YAUMA WA LAA ANTUM
TAHZANUUN. = “Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini
dan tidak pula kamu bersedih hati.(Az-Zukhruf 68)
Lafazh IBAADIY = Munada Manshub, tanda nashabnya Fathah
muqaddar diatas Ya’ yg dibuang. Ya’ dhamir mutakallim mabni sukun dalam posisi
Jarr sebagai Mudhaf Ilaih.
3. Mengganti Ya’ dengan Alif kemudian membuangnya,
menetapkan harkat Fathah sebagai dalil terbuangnya Alif, contoh:
يا غلامَ
YAA GHULAAMA = wahai pemudaku !
Lafazh GHULAAMA = Munada Mudhaf Manshub, tanda
nashabnya Fathah zhahir. Ya’ Mutakallim diganti Alif yg terbuang dalam mahal
Jar Mudhaf Ilaih.
4. Mengganti Ya’ dengan Alif yg ditetapkan, contoh:
يا غلامَا
YAA GHULAAMAA = wahai pemudaku !
Contoh dalam Ayat Al-Qur’an:
يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ
YAA ASAFAA ‘ALAA YUUSUFA = “Aduhai duka citaku terhadap
Yusuf” (QS. Yusuf 84)
Lafazh ASAFAA = Munada Manshub, tanda nashabnya dengan
fathah zhahir, Ya’ Mutakallim digantikan Alif sebagai Dhamir yg mabni atas
sukun dalam mahal Jar Mudhaf Ilaih.
5. Menetapkan Ya’ dengan berharkat Fathah, contoh :
يا غلامِيَ
YAA GHULAAMIYA = wahai pemudaku!
contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ
QUL YAA ‘IBAADIYAL-LADZIINA ASROFUU ‘ALAA ANFUSIHIM =
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka
sendiri (QS. Az-Zumar :53)
Lafazh ‘IBAADIYA = Munada dinashabkan dengan Fathah
Muqaddar, Ya’ mutakallim dhamir mabni fathah dalam mahal jarr menjadi Mudhaf
Ilaih.
Lima cara bacaan diatas dalam hal yang paling banyak
digunakan, yaitu : dengan membuang Ya’ Mutakallim dan cukup dengan harkat
kasrah pada akhir kalimat, kemudian menetapkan Ya’ sukun atau berharkat Fathah,
kemudian mengganti Ya’ dengan Alif, kemudian membuang Alif, terakhir cukup
dengan Fathah akhir kalimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
>>> Please do not use anonymous ....
>>> Berikan data anda dengan benar.....
>>> Berikan komentar anda sebagai bukti bahwa anda adalah pengunjung dan bukan robot......
>>> Komentar ANONIM tidak akan ditanggapai oleh admin......
>>> Sorry, Admin will not respond to anonymous comments are not clear. so thank you