Minggu, 12 Juni 2016

Sekilas Tentang KH. Ahmad Basyir, Kudus

Wengker.com, Profil Kyai - Beliau adalah ulama kharismatik dari Kudus, Jawa Tengah, yang juga dikenal sebagai guru dan mujiz (pemberi ijazah) Dalal’il al-Khairat. Beliau juga merupakan pengasuh dari Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo, Kudus, Jawa Tengah.
Abdul Bashir adalah nama kecilnya. Konon, nama itu di beri oleh seorang sayyid ketika ibu beliau sedang hamil tua. Ayah beliau bernama Kiai Muhammad Mubin atau Mbah Kasno, seorang penjahit dengan mesin icik tua. Sedangkan ibunya bernama Nyai Dasireh, seorang pedagang kecil. Beliau lahir pada tanggal 30 November 1924 M., sebagai putra kedua dari Kiai Mubin. Saudara-saudara beliau berjumlah delapan orang, namun tiga saudara lainnya telah meninggal saat masih bayi.
Di umurnya yang masih lima tahun, Bashir kecil sudah mengerti akan salat dan wirid. Bahkan caranya sudah seperti orang dewasa. Sekitar dua sampai tiga tahun kemudian, ia masuk ke sekolah milik Belanda, Veer Folexs Schooll. Mungkin ada rahasia tersendiri mengapa Kiai Mubin yang notabenenya keluarga santri, menyekolahkan anaknya di situ.Semua berjalan dengan lancar hingga beliau berhasil menjadi lulusan siswa terbaik di kelas lima. Sejak lama, sebenarnya para guru ingin menyekolahkan Abdul Bashir di sekolahan favorit, tempat sekolahnya para priyayi. Hingga suatu hari ada salah satu guru yang berkeinginan mengambil Bashir kecil untuk di sekolahkan favorit. Di tengah ketimpangan kedua orang tuanya tentang ekonomi dan kewajiban rohani, Bashir kecil berkata “Aku kok kepingin ngaji, mondok neng Mbareng pak” (Saya kok kepingin ngaji, nyantri di Mbareng pak). Akhirnya mereka sowan ke Mbah Yasin (Mbah Kandar), dan di jawab “Kowe ora usah sekolah guru, mondok wae, besuk kowe dadi guru” (Kamu tidak usah sekolah jadi guru, mondok saja, besok kamu akan jadi guru). Akhirnya beliau pun di antar ke Mbah Arwani Amin Kudus, guru thariqah Kiai Mubin, setelah sebelumnya melaksanakan khitan.
Sebelum beliau menetap di Pondok Pesantren Mbareng 1923 (sekarang PP. Al-Qaumaniyah), sekitar tahun 1940, beliau juga berkesempatan untuk nyantri di PP. Kenepan Langgar Dalem Kudus. Berguru pada KH. Ma’mun Ahmad, khatam al-Qur’an pada KH. Arwani Amin serta masyayikh di sekitar Kudus seperti KH. Irysad dan KH. Khandiq, kakak dari KH. Turaichan Adjhuri Kudus.
Beliau pun akhirnya menetap di Mbareng dan khidmah di sana. Beliau adalah murid kesayangan Mbah Yasin, bahkan beliau pernah diajak untuk puasa ngebleng (tidak buka) bersama selama tiga hari berturut-turut. Berbagai wirid dan riadlah beliau jalani, hingga Mbah Yasin mengutus beliau untuk menjadi lurah pondok. Beliau juga pernah bergabung dengan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dan BPRI (Badan Perjuangan Republik Indonesia), sekitar tahun 1944-1945 M.
Menggantikan Kiai
Setelah dirasa cukup lama, dan karena para santri semakin banyak, akhirnya Basyir muda di utus untuk mengajar santri-santri junior oleh Mbah Yasin. Sepeninggal Mbah Yasin, bertambahlah jadwal mengajar beliau. Di bantu oleh Kiai Muhammad (putra Mbah Yasin) dan Kiai Hanafi (menantu Mbah Yasin), mereka meneruskan perjuangan Mbah Yasin. Menikah dan Membangun Pondok
Beliau akhirnya menikah dengan putri H. Abdul Ghoni, Sholehah, yang umurnya masih sangat muda. Sejak saat itu beliau tidak menginap di pondok, tapi pulang ke rumah. Hingga dua tahun kemudian beliau membuat rumah sendiri di Jekulo, Kauman.
Di penghujung tahun 60-an ada seseorang yang namanya sama dengan beliau mewakafkan tanah berikut rumah sokowulu miliknya untuk dijadikan pondok. Letaknya persis tepat di sebelah utara masjid Kauman. Pondok ini kemudian dinamai dengan Darul Falah setelah sebelumnya hanya berinisial dengan sebutan “Pondok D”. Setelah sekian lama berjalan, sekitar tahun 1992 M., akhirnya beliau membangun asrama putri. Santri putri di tahun pertama mencapai 5 orang, tahun kedua 9 orang, hingga sekarang pondok ini telah menampung lebih dari 600 santri perempuan.
Mbah Basyir baru di karuniai anak setelah dua tahun menikah. Akhirnya, saat beliau dan Nyai Sholehah menetap di Hadiwarno, Nyai Sholehah melahirkan anak pertamanya, Dewi Umniyah, disusul ketujuh adik-adiknya; Inaroh, Amti’ah, Ahmad Badawi, Arikhah, Muhammad Jazuli, Muhammad Asyiq (almarhum), Nur Zakiyah Mabruroh, dan Muhammad Alamul Yaqin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

>>> Please do not use anonymous ....
>>> Berikan data anda dengan benar.....
>>> Berikan komentar anda sebagai bukti bahwa anda adalah pengunjung dan bukan robot......
>>> Komentar ANONIM tidak akan ditanggapai oleh admin......
>>> Sorry, Admin will not respond to anonymous comments are not clear. so thank you