Maut, adalah sesuatu yang tak dapat dihindari
manusia. Dia pasti datang menjemput manusia. Entah disaat manusia sedang duduk,
diam di rumah, atau mungkin berada dalam perlindungan benteng yang kokoh,
mungkin pula sedang bersembunyi ditempat persembunyiannya, di gua yang gelap,
di jalan raya yang ramai, ataukah di medan peperangan. Bahkan bukan mustahil
maut akan menjemput kala manusia sedang tidur, di atas temapt tidurnya. Semua
itu hanya Allah lah yang berkuasa, dan berkehendak atasnya. Menunggu kedatangan
maut memang masa-masa yang paling mendebarkan jiwa. Betapa tidak? Hanya
sendirilah yang dapat dibawa menghadap penguasa yang Esa kelak. Medan juang
fisabillah tersedia bagi mereka yang kuat. Penuh keberanian dan keikhlasan
mencari ridho Allah semata. Mereka yang berjiwa suci ditengah-tengah tubuh yang
perkasa. Angan-angan ikhlas yang disertai hati yang bersih. Memang, saat itu
keberanian telah menjiwai setiap kalbu kaum muslimin. Panggilan dan dengungan
untuk jihad fisabilillah merupakan angan-angan dan tujuan harapan mereka.
Mereka yakin, dibalik hiruk-pikuknya peperangan Allah telah menjanjikan imbalan
yang setimpal baginya. Selain dengan itu dia dapat membersihkan jiwanya dari
berbagi noda. Baik itu berupa noda-noda aqidah, niat-niat jahat, berbagi dosa perbuatan
ataupun kekotoran muamalah yang lain. Pengorbanan mereka yang mulia itu
menunjukan kepribadian yang baik dan luhur. Semua sesuai dengan ajaran agama
yang murni. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan sebagai mercu suar yang
menerangi dunia dan isi alam semesta.
Itulah renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu.
Sepenuh hati dia berkata seolah kepada diri sendiri. "Harus ! harus dan
mesti aku berbut sesuatu. Jangan kemiskinan dan kefakiran ini menjadi hamabtan
dan penghalang mencapai tujuanku." Mantap, penuh keyakinan dan semangat
yang tinggi pemuda tersebut ini menggabungkan diri dengan pasukan kaum
muslimin. Usia pemuda itu memang masih belia, namun cara berfikir dan jiwanya
cukup matang, kemauanya keras, ketangksan dan kelincahan menjadi jaminan
kegesitanya di medan juang. Namun mengapa pemuda yang begitu bersemangat itu
tak dapat ikut serta dalam barisan pejuan? Seababnya hanya satu. Dia tidak
mempunyai bekal dan senjata apa-apa yang dapat dipakainya untuk berperang
karena kemiskinan dan kefakiranya. Sebab pikirnya, tidak mungkin untuk terjuan
ke medan perjuangan tanpa senjata apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu
melakukan apapun. Bahkan dia tidak akan berfungsi apa-apa. Mungkin untuk
menyelamatkan diri saja, dia tidak mampu. Inilah yang menjadikan pemuda itu
berfikir panjang lebar. Otaknya bekerja keras agar hasratnya yang besar
berjuang dapat tercapai.
Setelah tidak juga dicapainya pemecahan, dia pergi
menghadap Rasulullah SAW. Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta
keinginannya yang besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidk
mengharapkan apa-apa dari keikutsertaanya berjaung. Dikatakanya kepada
Rasulullah SAW, bahwa dia tidak meminta berbagai pendekatan duniawi kepada
Rasulullah; Dia hanya menginginkan bagaimana caranya agar dia dapat masuk
barisan pejuang fisabilillah. Mendengar hal demikian, Rasulullah bertanya,
setelah dengan cermat meneliti dan memandang pemuda tersebut: "Hai pemuda,
sebenarnya apa yang engkau katakan itu dan apa pula yang engkau harapkan?".
"Saya ingin berjuang, ya Rasulullah!" jawab pemuda itu. "Lalu
apa yang menghalangimu untuk melakukan itu", tanya Rasulullah SAW
kemudian. "Saya tidk mempunyai perbekalan apa-apa untuk persiapan
perjaungan itu ya Rasulullah", jawab pemuda tersebut terus terang.
Alangkah tercengangnya Rasulullah mendengar jawaban itu. Cermat diawasinya
wajah pemuda tersebut. Wajah yang berseri-seri, tanpa ragu dan penuh keberanian
menghadap maut, sementara disana banyak kaum munafikin yang hatinya takut dan
gentar apabila terdengar panggilan seruan untuk berjaung jihad fisabilillah.
Demi Allah! jauh benar perbedaan pemuda itu dengan
para munafiqin di sana. Kaum munafiqin yang dihinggapi rasa rendah diri, selalu
mementingkan diri-sendiri. Mereka tidak suka dan tidak mau memikul beban dan
tanggung jawab demi kebenaran yang hakiki. Kaum yang tidak senang hidup dalam
alam kedamaian dan ketentraman dlam ajaran agama yang benar. Mereka lebih suka
berada dalam hidup dan suasana kegelapan dan kekalutan. Ibarat kuman-kuman
kotor, yang hidupnya hanya untuk mengacau dan menghancurkan apa saja. Celakalah
mereka yang besar dan tegap badan serta tubuhnya namun licik dan kerdil pikiran
serta hatinya. Kebanggaanlah bagimu yang tepat hai pemuda! semogalah Allah
banyak menciptakan manusia-manusia sepertimu. Yang dapat menjadi generasi
penerusmu. Yang akan menjunjung tinggi kemulyaan Islam, budi pekerti yang mulia
menuju alam yang bahagia sejahtera lahir batin.
Benar, kaum muslimin sangat memrlukan jiwa yang
demikian. Jiwa yang besar penuh keyakinan, dan juga keberanian yang mantap.
Sepantasnya pemuda seperti dari kabilah Aslam itu mendapat segala keperluan
serta keinginanya untuk melaksanakan hasrat cita-cita keinginan itu. Rasulullah
SAW akhirnya berkata kepada pemuda Aslam tersebut: "Pergilah engkau kepada
si Fulan! Dia yang sebenarnya sudah siap lengkap dengan perlatan berperang tapi
tidak jadi berangkat karena sakit. Nah pergilah kepadanya dan mintalah
perlengkapan yang ada padanya." Pemuda itu pun bergegas menemui orang yang
ditunjukan Rasulullah SAW tadi. Katanya kepada si Fulan: "Rasulullah SAW
menyampaikan salam padamu juga pesan. Beliau berpesan agar perlengkapan perang
yang engkau miliki yang tidak jadi engkau pakai pergi berperang agar diserahkan
kepadaku." Orang yang tidak jadi berperang itu penuh hormat menjalankan
perintah Rasulullah SAW sambil mengucapkan: "Selamat datang wahai utusan
Rasulullah! Saya hormati dan taati segala perintah Rasulullah SAW."
Segera dia menyuruh istrinya untuk mengambil pakaian
dan peralatan perang yang tidak jadi dipakainya. Diserahkan semua itu pada
pemuda kabilah Aslam. Sambil mengucapkan terima kasih pemuda tersebut menerima
perlengkapan itu. Sebelum dia berangkat dan meninggalkan rumah itu, pemuda
tersebut sempat berucap: "Terima kasih sebesar-besarnya. Anda telah
menghilangkan seluruh duka dan keputusasaanku. Bagimu pahala Allah yang besar
tiada taranya. Terima kasih.........Terima kasih." Pemuda suku Aslam itu
kemudian keluar dengan riang. Wajahnya bersinar gembira. Dengan berlari-lari
dia meningalkan rumah orang yang tidak jadi berperang itu. Di tengah jalan
pemuda tersebut bertemu dengan salah satu temanya yang keheranan dan bengong.
Tanyanya: "Hai, hendak kemana engkau?", "Aku akan menuju janntul
firdaus yang selebar langit dan bumi", jawab pemuda itu dengan singkat dan
tepat.
Oleh : Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
>>> Please do not use anonymous ....
>>> Berikan data anda dengan benar.....
>>> Berikan komentar anda sebagai bukti bahwa anda adalah pengunjung dan bukan robot......
>>> Komentar ANONIM tidak akan ditanggapai oleh admin......
>>> Sorry, Admin will not respond to anonymous comments are not clear. so thank you