Reyog, ada dalam berita tentang wafatnya Kang Heru Subeno, salah satu
tokoh warok Ponorogo, Rabu malam. Yang Reog, ada dalam berita tentang kunjungan wisatawan asing yang disuguh penampilan tari Re(y)og di Surabaya. Yang Reyog, ada dalam suplemen Radar Madiun. Tepatnya, dalam sub-suplemen Radar Ponorogo. Sedangkan yang Reog, ada dalam suplemen Metropolis.
tokoh warok Ponorogo, Rabu malam. Yang Reog, ada dalam berita tentang kunjungan wisatawan asing yang disuguh penampilan tari Re(y)og di Surabaya. Yang Reyog, ada dalam suplemen Radar Madiun. Tepatnya, dalam sub-suplemen Radar Ponorogo. Sedangkan yang Reog, ada dalam suplemen Metropolis.
Perbedaan dalam penggunaan kata Reyog dan Reog memang sudah sangat akut. Padahal, konon, yang benar adalah kata Reyog. Tapi, coba saja cari kata kunci Reyog di Google, pasti hasilnya tak sebanyak dengan kata kunci Reog.
Konon (lagi), perbedaan kedua kata ini bermula ketika Markum Singodimedjo -mantan bupati Ponorogo yang sekarang anggota DPR RI dan kemaruk nyaleg lagi- mengesahkan kata Reog sebagai istilah resmi untuk tari kesenian khas Ponorogo ini. Pengesahan itu berdasarkan rekomendasi tim peneliti dari Pemkab Ponorogo. Meskipun ditolak oleh sebagian tokoh warok Ponorogo, penggunaan kata Reog tetap digunakan secara resmi. Bahkan, dijadikan slogan Ponorogo. REOG, Resik Endah Omber Girang-gemirang.
Entah yang mana yang lebih tepat. Saya bukan ahli bahasa. Juga bukan ahli sejarah. Saya hanya pembaca Jawa Pos, yang nyaris tidak pernah membaca rubrik Ekonomi Bisnisnya, karena memang tidak paham. Saya hanya pembaca Jawa Pos, yang akhir-akhir ini sempat jenuh dengan banyak kerancuan di sana. Saya hanya pembaca Jawa Pos, yang tetap akan senang membacanya, meski ada yang ngomong, Jawa Pos itu bacaannya tukang becak.
Tapi saya heran, kok bisa ya, ada dua kata Reog dan Reyog dalam satu koran, satu edisi pula.
Berikut kopian beritanya, saya ambil dari www.jawapos.com dan www.radarmadiun.co.id[ Jum'at, 06 Maret 2009 ]
Satu Lagi, Tokoh Warok Tiada
PONOROGO – Berita duka menyelimuti Kota Reyog. Satu lagi, tokoh warok Ponorogo, Kang Heru Subeno, meninggal dunia Rabu (4/3) pukul 21.00. Sosok yang dikenal sebagai seniman sejati itu dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tonatan, kemarin (5/3).
Prosesi pemakaman berlangsung cukup hikmat. Nuansa Ponoragan sangat kental mengiringi keberangkatan jenazah sepanjang perjalanan dari rumah duka di Kelurahan Totanatan, Kecamatan Ponorogo, menuju peristirahatan terakhirnya. Keluarga besar tokoh yang semasa hidupnya dicurahkan untuk perkembangan seni Reyog tak kuasa meneteskan air mata. Tak terkecuali para seniman reyog, mereka mengaku kehilangan orang yang berjasa demi kemajuan seni Reyog.Budi Satrijo, sekretaris Yayasan Reyog Ponorogo yang dikenal dekat dengan almarhum Heru Subeno, mengatakan warok kelahiran 23 Oktober 1958 itu sejak kecil sangat suka dengan reyog. Perjuangan untuk membesarkan seni reyog dilalui dengan jerih payah. ”Kami membanggakan beliau yang tidak pernah membeda-bedakan orang lain,” ungkapnya di sela-sela mengantarkan jenazah ke pemakaman.Menurut dia, kepedulian dan dedikasi Kang Heru Subeno pada pengembangan kesenian, yang sekarang menjadi maskot Ponorogo dan Indonesia, cukup tinggi. Bahkan, almarhum rela semasa hidupnya untuk terus bergelut di kesenian reyog. ”Tidak ada duanya totalitas beliau dalam mencurahkan kemajuan reyog yang sudah go international ini,” terangnya.Dari kreativitas sebagai seniman reyog, Kang Heru Subeno telah melahirkan karya monumental. Yakni tari warok kolor sakti dalam pentas seni tari reyog dan pengembangan dialek khas Ponoragan. ”Kang Heru bukan hanya milik orang Ponorogo. Tapi seluruh seniman dan masyarakat yang cinta terhadap reyog,” paparnya.(dip/sad)[ Jum'at, 06 Maret 2009 ]
Turis dari Asia Kagumi Reog Ponorogo
SURABAYA – Atraksi reog Ponorogo begitu terkenal. Sejumlah warga mancanegara pun pernah menyaksikan kesenian asli Ponorogo tersebut. Namun, itu tak terjadi pada sekitar 60 turis yang melihat tari tersebut di Balai Pemuda kemarin pagi (5/3). Mereka mengaku baru pertama melihat reog. Para turis itu berasal dari Ho Chi Minh City (Vietnam), Singapura, Bangkok (Thailand), Kuala Lumpur (Malaysia), Filipina, dan Hongkong. Mereka adalah perwakilan media dan travel agent dari negara masing-masing. Lantaran baru kali pertama melihat reog, mereka langsung kepincut. Tepuk tangan dan gelengan kekaguman sesekali terlihat. Beberapa di antara turis tersebut sibuk mengabadikan aksi para pemain itu dengan kamera.Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudparta) Surabaya dan Garuda Indonesia mengundang turis tersebut. Mereka adalah klien Garuda Indonesia. Acara itu juga bagian program Garuda South East Appreciation yang bertujuan mengapresiasi para klien Garuda. ”Kami pilih perwakilan dari media dan travel karena merekalah yang nanti bisa mempromosikan pariwisata kita kepada wisatawan dari negara mereka,” ujar Purnomo Hadi, general manager Garuda Indonesia di Vietnam.Seorang undangan, Kitty, mengaku sangat tertarik dengan reog dari Gembong Kyai Bulak itu. Dia sebenarnya tak begitu paham makna tari tersebut. Namun, wanita asal Vietnam itu begitu terkesan dengan penampilan gadis-gadis penari reog tersebut. Nah, agar tamu lebih mengerti makna cerita, disbudparta menerjemahkan setiap adegan dalam bahasa Inggris. Dalam acara kemarin, Tran Thi Pay Phoang dari Vietnam menaiki kepala singobarong, maskot reog. Reog Ponorogo adalah salah satu performance yang difasilitasi Pemkot Surabaya. ”Kami ingin Surabaya bisa menjadi jendela budaya seluruh wilayah Indonesia,” ujar Wiwik Widyawati, kepala Dibudparta Surabaya. (ika/dos)
salam kenal mas admin, menurut saya yang benar adalah "REYOG" mas, sperti yang pernah di ucapkan Alm. Mbah Wo kucing . . .
BalasHapuskalau REOG mempunyai arti makna Resik Endah Omber Girang Gemirang,,,,,sebenarnya untuk pengucapan secara lisan itu memang REYOG,,,tapi untuk penulisan adalah REOG.... kalau boleh tau,,penulisan REYOG mempunyai artimakna apa mas Rohmat????maaf sebelumnya.......
BalasHapusoke.noprob mas,
BalasHapusdlm Babad Ponorogo menurut Alm. Mbah Wo Kucing dan teman2 warok beliau, pnulisan menggunakan huruf "Y". REYOG mempunyai mkna : (R) rasa kidung, (E) engwang sukma adilihung, (Y) Yang Widhi, (O) olah kridaning Gusti, dan (G) gelar gulung kersaning Kang Moho Kuoso.(sumber: http://elzhito.wordpress.com/2008/12/20/reog-tempoe-doeloe-masa-kini-masa-depan/).
saya sendiri blum baca Babad Ponorogo, mas Poetra sudah baca?
kayae untuk penjelasan yang seperti itu saya juga belum baca,,,apapun pemaknaan mengenai REYOG/REOG, yang pasti kesenian itu wajib kita pertahankan dan kita lestarikan
BalasHapus