Jumat, 27 Mei 2011

NOVEL: JANGAN BIARKAN ANGGREK LAYU

Pagi  ini aku beranjak dari tidur penuh raut muka gembira karena
mimpi indah menemani tidurku malam tadi.Sebelum pergi silaturahmi dengan tuhanku,aku harus membersihkan mukaku dari sisa kotoran yang menempel diwajahku.Barulah kemudian ku ambil wudhu dan diteruskan ibadah sholat subuh.Dan kuperkenalkan kamarku istana pribadiku.Didalamnya penuh sesak dengan perabotan kamar dari alat-alat lembek hingga perabotan keras.Meski kamarku ukurannya tak terlalu besar aku merasa nyaman karena disinilah aku memulai setiap mimpiku.Dipojok kamarpun terdampar seprimbet warna ungu sebagai lahan ku memulai mimpi-mimpiku lengkap dengan selimut,bantal dan guling yang semuanya berwarna ungu.Kenapa ungu karena aku sangat menyukai warna ungu bahkan akulah ungu kliker yang tak lain adalah sebutan dari fans ungu band.Kembali ke kamarku istana pribadiku yang dipenuhi warna ungu membuat banyak orang komentar macam-macam tapi ya sudahlah aku tak ambil pusing persetan dengan itu semua yang penting ungu in my heart.Kamarku ini adalah salah satu ruang dalam sebuah rumah yang dimiliki ortuku.Rumah mungil yang tak terlalu besar berada dideretan bejibun perumahan yang memadati kota Jakarta.Kota yang bukan hanya bejibun rumah tapi juga manusia,kota yang penuh sesak dengan keramaian serta kemacetan yang entah kapan bisa diatasi tak pernah diketahui.Rumah yang berdiri tegak dikelilingi pagar beton dan pagar besi berukirkan bunga dibagian depan rumah.Rumah mungil bergaya sederhana ala eropa,rumah hasil desain ayahku sendiri yang didalamnya ada beberapa bagian ruang-ruang kecil termasuk pula kamarku didalamnya.Didalam rumah inilah aku tinggal bersama keluargaku ada ayah dan bundaku,adik laki-lakiku,juga dua orang kepercayaan keluargaku mbok nem koki yang merangkap cleaning servis serta pakde ran yang menjabat sebagai asistan pribadi keluarga kami yang setia mengantarkan kemanapun keluarga kami pergi,pakde ran juga merangkap sebagai pengurus kebun kecil dihalaman rumah serta terkadang sebagai pengaman rumah kami dari incarana maling.
Matahari sudah beranjak dan mulai meninggi,saatnya aku memulai hari.Ku mulai dari kamarku seperti biasa dan kemudian menuju ke ruang makan keluarga tepat didekat tangga jalan menuju lantai dua.Disinilah setiap paginya kami sekeluarga menghabiskan makanan special buatan bundaku dan mbok nem.”Sayang ayow dihabiskan sarapannya”,begitulah kata bundaku setiap paginya padaku juga adik laki-lakiku.Bundaku adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang selalu setia pada ayahku karenanya tak jarang kalau ayah ada kerjaan diluar kota beliau selalu ikut serta.Bunda sangat memperhatikan keluarga kami,beliau sangat menyayangi aku dan adik laki-lakiku.Meski tak jarang aku dan adikku terkena omelan bunda karena pulang telat tapi  kami selalu menyayangi bunda.Beliau sangat exis,beliaulah yang menemani ayah dari belum mengenal bau kesuksesan hingga ada hasil dari setiap usaha ayah sekarang ini.Itulah bundaku bunda amel lengkapnya Amelia anggraini.
Meja elip yang menghias ditengah kursi yang selalu kami duduki sekeluarga selalu menahan kami untuk ikut serta menghabiskan makanan yang tertata rapi diatasnya.Dipaling ujung meja disalah satu kursi duduklah ayahku dengan badannya yang tegap menyantap sarapan paginya.Ayahku adalah seorang arsitektur disalah satu perusahaan ternama penyedia jasa arsitek di Jakarta.Ayahku dikenal sebagai arsitek yang puny aide-ide kreatif disetiap desainnya karenanya tak jarang ayahku mendapat tugas mendesain gedung-gedung,rumah-rumah orang berduit di kota Jakarta ataupun diluar kota,bahkan terkadang ayahku mendapat tugas diluar negeri pula.Ayahkulah yang selalu setia mengatar aku dan adikku kesekolah meski pulangnya ayah jarang bisa menjemput kami karena masih bekerja tapi kami selalu menyayangi ayah.Ayahku sangat enjoy bila diajak aku dan adikku pun tak jarang curhat pada ayah tentang apapun.Begitulah sosok ayahku bijaksana,sabar dan penyanyang.Dialah ayahku bapak adi persada seorang arsitektur.
Selanjutnya adik laki-lakiku satu-satunya yang selalu setia duduk disinggasananya tepat dikananku setiap kali kami sekelurga makan bareng diruang keluarga.Sosok cowok yang tingginya hampir sama denganku meski dia masih duduk dikelas 3 smp.Adikku yang rajin mengusili aku setiap hari tapi meskipun begitu aku sangat menyayanginya.Adik yang setia saat aku senang maupun  susah,adik yang begitu menyayangiku.Kenapa aku tahu karena aku tak sengaja membaca sebuah tulisan dilaptopnya yang menceritakan tentang keluarga kami.Selain itu aku punya banyak cerita dengannya yang begitu mengharukan dia selalu rela berkorban untukku karena aku selalu menyayangi adikku ini.Salah satu critanya ketika itu aku dan adikku pergi kerumah nenek di Bandung naik kereta dan kami kecepotan selama 2 hari kami terlantar tak punya uang dan kelaparan.Tapi apa yang dilakukan adikku jauh tak ada dipikiranku.Saat itu aku kelaparan,adikkulah yang rela kerja cuci piring disebuah warung untuk mendapatkan sebungkus makanan untukku.Pernah juga waktu ku sakit dan ketika itu ayah dan bundaku sedang keluar kota adikkulah yang merawat dan menjagaku,sungguh aku sangat kagum pada adikku ini.Nama adikku adalah Rafles Dwi Persada yang biasa dipanggil rafles.Adikku mempunyai otak yang sangat cerdas,selain itu dia juga bintang futsal disekolah,karenanya berjajar piala didipet ruang tamu yang tentunya melebihi rekorku.Apalagi didukung wajahnya yang asian style yang selalu membuatnya dikejar cewek-cewek tapi sayang adikku selalu cuek setiap kali mendapat perhatian lebih dari cewek-cewek yang selalu ingin jadi pacarnya.Soal alasan kenapa ia tolak aku tak tahu pasti karena tiap kali aku tanya jawabnyya selalu sama yakni “belum saatnya” atau kalau g dia selalu enyah dariku setiap pertanyaan itu muncul dari mulutku.
Masih dua lagi penghuni rumahku,yang pertama adalah mbok nem,dia adalah koki handal keluarga.Mbok nem yang selalu ceria,dan lincah meski umurnya sudah tidak bisa dikatakan dewasa lagi tapi kelewat dewasa.Mbok nem yang latah yang selalu membangkitkan keceriaan keluargaku,apalagi gayanya ngomong bahasa inggris yang g karuan itu membuat kami aku dan keluarga selalu ingin ketawa dibuatnya.Dan satu lagi yaitu pakde jo dia adalah penjaga kebun sekaligus merangkap sopir pribadi keluargaq.Pakde jo itu sangat mencerminkan sosok kakek yang penyayang bagi aku dan rafles.Meski umur pakde jo yang memang sudah lanjut usia tapi tubuh pakde jo masih sangat kuat layaknya orang umur 30an,luar biasa sekali itulah yang membuatku kagum padanya.Pakde jo adalah suami dari mbok nem,mereka sudah menikah lebih dari 30 tahun.Dulu mereka bekerja untuk orang tua ayahku yang kemudian pindah jadi bekerja pada ayah dan bundaku.Pakde jo dan mbok nem dikaruniai 3 orang anak yang saat ini tinggal dikampungnya mereka yaitu di Magelang Jawa Tengah.Tak jarang juga putra-putri mereka menjenguk mereka dirumah,makanya kami sekeluarga mengenal putra-putri mereka.

“Ayow berangkat nanti kalian terlambat”ucap ayah padaku dan Rafles.Aku dan Raflespun beranjak meninggalkan meja makan.Kamipun berpamitan pada bunda dan kemudian menempati kursi dimobil ayah.Selang 15 menit pun kami tiba di sekolah.Setelah berpamitan pada ayah kami memasuki gerbang sekolah.Aku dan Rafles bersekolah disekolah yang sama yaitu sekolah smp dan sma negeri harapan 2,salah satu sekolah favorit di Jakarta.”Sampai ketemu nanti kak”salam Rafles sembari berjalan meninggalkanku menuju kelasnya.Akupun segera menuju kelasku sebelum bel berbunyi dan kedahuluan pak Banu guru matematika di kelasku yang super galak.”Pagi semua”sapaku pada teman-temanku.”pagi anggrek”jawab teman-temanku.Aku duduk dibangku urutan ketiga dari depan yang didepanku tepat duduk 2 sahabatku Lena dan Gina.Sedangkan aku sendiri duduk sebangku dengan sahabatku yang bernama Clara.Aku,Lena,gina dan clara bersahabat sudah sejak smp kelas 1,kecuali lena aku sudah mengenalnya sejak sd karena dulu kami bersekolah di sd yang sama.Clara,teman sebangku sekaligus sahabat karibku.Dia adalah putri tunggal dari salah satu pengusaha ternama di Jakarta.Tapi meski dia putri orang kaya clara tak pernah sekalipun sombong justru dia sangat baik pada semua orang dan senang sekali membantu para anak yatim,tak jarang juga cih diia mentraktir kami makan direstoran mewah.Karena aku,lena dan gina sangat senang bisa bersahabat dengannya.Hanya saja yang membuat kami kasihan pada clara adalah hubungannya dengan pacarnya mas dedi tidak disetujui oleh ayahnya.Mas dedi adalah pacar clara sejak kelas 1 smp,clara sangat mencintai mas dedi karena buatnya mas dedi adalah sosok yang bisa mengerti dia tapi saying karena mempertahankan hubungannya dengan mas dedi,clara mendapat tekanan dari ayah.Beberapa bulan yang lalu clara sempat melarikan diri dari rumah karena masalh ini tapi orang-orang suruhan ayahnya dengan cepat dapat menenukan dia,sehingga sekarang clara harus dikawal bodyguard kalau ke sekolah.Sedangkan mas dedi saat ini bekerja di salah satu hotel di Jakarta sebagai manajer itupun juga baru sekitar 1 bulan yang lalu.Mas dedi adalah seorang anak yatim yang tinggal hanya dengan ibunya yang seorang penjahit sehingga hidupnya juga tidak berkecukupan banget layaknya clara,mungkin itu juga yang membuatnya tidak direstui ayah clara untuk memacari clara.Aku,lena dan gina hanya bisa membantu clara bertemu dengan mas dedi kalau ada kesempatan bodyguard clara lengah. Itupun kami sering kepergok oleh bodyguardnya clara, dan tak jarang pula kami mendapat semprot dari ayahnya clara karena laporan bodyguardnya itu. Kalau dipikir-pikir cih kasihan crala tapi harus gimana lagi, susah juga cari solusinya. Tapi meski begitu clara juga ga pernah ambil pusing dia selalu menghadapi masalahnya dengan senyuman. Sebenarnya yang naksir Clara itu juga banyak sekali, maklum saja Clara selain cantik dia jg anak orang kaya tentu saja pandangan cowok-cowok di sekolah pun tak lepas dari clara. Clara si putri raja yang cantik jelita, bertubuh langsing, tinggi, kulitnya mulus dan putih, pokoknya benar-benar mendekati sempurna, karenanya kami kualahan ketika harus membantu clara memberi jawaban penolakan dari surat-surat cinta dari cowok-cowok berbagai kalangan yang naksir clara.
Nah yang paling centil adalah Gina, putri dari keluarga yang tergolong menengah ke atas, tp juga g kaya-kaya amat dan juga g miskin-miskin amat. Saat ini Gina lagi pacaran sama ketua ekstrakurikuler karate di sekolah kami, namanya kak rangga. Gina itu tinggi,kurus, dan agak hitam, rambutnya juga sedikit bergelombang layaknya mie kriting yang gagal dimasak. Diantara kami dia yang paling sering gonta ganti pacar, makanya dia mendapat julukan si penggaet pria yang ulung. Tau dech julukan itu dari mana tapi ya emang gitu kenyataannya, dia dapaten cowok begitu mudah layaknya mincing ikan saja, bahkan kalau boleh dikatakan pemancing ikan yang handalpun kalah saing sama gina. Bagi Gina punya pacar itu sudah kebutuhan pokok, apalagi menurutnya punya pacar itu harus ganteng, kaya dan paling g punya nama dah di sekolah maupun di luaran. Baginya cari pacar itu snagat mudah bahkan semudah membalikkan telapak tangan, kami saja sebagai sahabat terdekatnya heran jurus macam apa yang ia gunakan untuk menancapkan panah asmara di dada setiap cowok yang ia suka. Yang lebih mengherankan kami gina itu paling lama pacarn hanya bertahan satu bulan, tapi kali ini berbeda sudah 3 bulan dia memacari mas rangga si ketua karate. Sempat juga kami menanyakan hal ini padanya tapi katanya, “ kali ini pejuang cinta pengen tobat”,begitulah jawabnya sembari mengumbar tawanya yang khas. Sedangkan kami hanya bisa keheranan dan geleng-geleng saja mendengarnya. Selanjutnya dalah lena sahabatku dari sd, anak pendiam yang taak barani mengikuti gaya hidup modern. Diantara kami berempat hanya lena lah yang tak punya cowok, bukan g laku tapi katanya “gue lagi pengen mikir sekolah dulu”, itulah ucapannya tiap kali dapat tembakan peluru cinta dari cowok-cowok yang naksir dia. Lena anak yang rajin dan lumayan cerdas, dia putri dari seorang janda pengusaha cattring, ayahnya meninggal 5 tahun yang lalu karena ada tugas perang di luar negeri. Ayah lena adalah seorang TNI angkatan udara dulunya, tapi sekarang beliau sudah tidak ada ditengah-tengah keluargaya, lena kini hanya tinggal bersama ibunya dan kedua adik kembarnya danda dan dandi yang seumuran dengan rafles adikku.
Hari ini adalah hari pertama kami duduk di kelas 2 IPA 1, hari pertama memulai pelajaran di kelas setelah liburan kenaikan kelas. “teeet….teeeett…teeettt”, bel masuk tanda masuk kelasku telah berbunyi, siswa-siswa pun segera berlarian kelapangan untuk melaksanakan upacara rutin hari senin. Setelah barisan siap dari kelas satu smp hingga sma tertata rapi dimulailah upacara kebesaran hari senin itu. Upacara memang berlangsung lumayan kidmat tapi tak jarang juga yang asyik ngobrolin gossip-gosip heboh. Pembina upacara yang tak lain kepala sekolah kami bapak mangku jaya telah siap menempati singgasananya di panggung tengah lapangan. Mulutnya mulai komat-kamit melontarkan amanah-amanah bimbigan pada semua siswa-siswi harapan 2, mulut yang selalu mengisi keheningan upacara ini masih juga belum penuh mendapat perhatian dari telinga-telinga kami siswa-siswi harapan 2. Mentari pun sudah nampak meninggi, seakan menyuruh kami segera membubarkan upacara kami karena sebentar lagi ia akan memancarkan panas yang lebih menyengat. Upacara pun selesai, dan kmai semua yang ada di lapangan melangkah pergi meninggalkan singgasana yang muli menyengat kulit itu. Aku dan kawan-kawanku pun segera ambil alih tempat duduk di dalam kelas yang tadinya kosong. Suasana gemuruh suara teman-temanku pun mingiringi memecah keheningan kelas yang tadi kosong di tinggal upacara menjadi penuh sesak dengan manusia-manusia baru yang sebagian besar aku juga tak mengenalnya meskipun satu sekolah dan kini sekarang menjadi satu kelas. Sesaat kemudian datanglah langkah kaki yang seketika menghentikan suara sorak sorai dikelasku. Inilah langkah kaki dari sang guru, pak paiman yang tak lain adalah wali kelas kami sekaligus merangkap sebagai guru bahasa Indonesia. Beliau pun melontarkan kata-kata kenalan pada kami “nama saya Paiman, dan saya adalah wali kelas kalian di kelas 2 IPA 1 ini”, ucapanya sembari menulis nama lengkap dengn alamat serta nomor hp nya di papan tulis. “ok, saya sudah selesai kenalanya sekarang giliran kalian untuk berkenalan di depan kelas karena saya ingin mengenal kalian semua, tentunya kalian juga ingin mengenal teman-teman baru kalian di kelas 2 ini kan?”, tambahnya sembari sesekali mengumbar senyum pada kami. “Iya pak”, jawabku serentak dengan 29 anak kelas 2 IPa 1 yang lainnya. “Kita mulai dari kamu, yang duduk di pojok yang tinggi besar”, tunjuk pak paiman pada salah satu teman baruku yang duduk di pojok kiri belakang. Anak itupun segera beranjak dari kursinya dan  melangkah ke depan kelas. “Nama saya Yudha Pratama”, ucapnya lantang dan terus melanjutkan perkenalannya hingga mendetailkan dirinya pada kami. “Berikutnya kamu yang cewek, bangku nomer 3 dari depan yang sebelah kanan”, ucap pak paiman setelah mempersilahkan duduk Yudha. Pak paiman menunjuk sosok manusia yang lumayan tinggi ini, berambut lurus hitam, dengan kulit putih, wajah agak lonjong, dan berotak lumayan cerdas meski tak dapat banyak piala sebanyak Rafles tapi sosok ini cukup percaya diri. Inilah sosok yang di tunjuk pak paiman yang tak lain adalah sosok diriku sendiri, dengan sedikit berat akupun segera beranjak dari tempat dudukku. “Nama saya Aggrek Violeta, biasa di panggil Aggrek”, begitulah kataku dengan bangga memperkenalkan diriku pada teman-teman baruku. Aku berdiri didepan kelas lumayan lama hingga pak paiman menyuruhku duduk setelah mendengar lengkap biodataku. Lama waktu menghitung detik demi detik hingga satu jam, dan perkenalan plus pesan-pesan dari pak paiman pun selesai.
Hari pun sudah berlarut dalam panasnya mentari, tak lama sesusudahnya terdengarlah bunyi bel pulang sekolah “teeet…teeet….teeet”, suara itu nyaring terdengar di seluruh penjuru sekolah. Jam memang sudah menunjukkan pukul 14.00, wajarlah kalau bel pulang itu berbunyi. Aku dan ketiga sahabatku pun segera beranjak dari kelas untuk menemui Rafles yang sudah menungguku di lorong depan sekolah. “Kak Anggrek, disini”,ucapnya memanggilku ketika meihat aku clingak-clinguk mencarinya kebingungan. “Itu Rafles, nggrek”,lanjut gina padaku sembari menarik tanganku kearah Rafles. “Kak tolong bilang sama mama hari aku ada latihan futsal dadakan dan aku bakal pulang sore”, pinta rafles padaku setelah aku tiba didepannya.”Kok tiba-tiba latihan biasanya kan hari selasa dan sabtu”,tanyaku penasaran pada rafles karena tak biasanya ia latihan hari senin.”Sebulan lagi kan ada pertandingan futsal antar smp se-DKI kak jadinya jadwal latihannya ditambah”,jelasnya padaku. “ya dah kalau gitu kakak pulang duluan”,pamitku pada Rafles.”daaa,,,Rafles”,tambah gina.”daa,,,juga kak”,jawab Rafles. Aku dan ketiga sahabatku pun beranjak dari pandangan rafles menuju gerbang sekolah untuk segera pulang. Setibanya diparkiran depan, “clar itu mobil jemputanmu kan?”/, ucap Gina sembari menunjuk kearah sedan mewah warni hitam keluaraan terbaru dan sebuah mobil jib warna hitam lengkap dengan sopir dan 2 bodyguard yang badannya gede-gede berdiri didekatnya. “Oh iya, aku pulang duluan ya, kalian g ada yang mau bareng ma aku, lena kamu mau bareng g?”, ucapnya pada kami. “G clar aku masih mau mampir kepasar tadi bunda menyuruhku membeli beberapa sayuran untuk pesanan cattring”, jawab lena.”Iya, kalau Anggrek mau bareng aku atau Gina”, tanyanya padaku karena hari itu Gina juga bawa mobil sendri, “Makacih Clar, tuh aku juga dah dijemput kok”,ucapku semabari menunjuk kearah gerbang depan pada sosok cowok tinggi berjaket merah yang masih exis duduk diatas motor balap warna merah. “ya dah kalau gitu aku pulang dulu ya, daa….semua”, pamit Clara padi kami dan segera memasuki mobil sedan warna hitam itu. Dan kami pun berjalan kearah sosok cowok yang aku tunjuk tadi. “Hai pato”, sapa Gina dan Lena pada sosok cowwok itu. “hai juga”, jawab cowok itu.Dialah Pato alexsander, putra satu-satunya dari pasangan bapak alex dan ibu marlina, teman ayahku. Salah satu siswa dari SMA Bunga Bangsa, sosok lelaki berwajah indo-jerman, yang punya hobi balap montor yang kini telah terbukti dengan hobbynya itu dia menjadi seorang Pembalap montor yang diperhitungkan dikanca asia sebagai wakil dari Indonesia. Bulan lalu pun ia telah merebut gelar juara di kejuaraan balap montor di korea selatan. Itulah salah satu hal membuatku bangga padanya, bangga pada sosok pato yang ramah yang tak lain dialah pacarku selama 2 tahun ini. Kami pacaran sejak awal naik kelas 3 smp, jadi sampai sekarang aku kelas 2 sudah hampir 2 tahun kami berpacaran. Aku disetujui berpacaran dengan Pato oleh ayah dan bundaku karena Pato adalah anak dari teman ayahku. Sebenarnya kami hanya dibolehkan berteman dekat, tapi ya wajarlah anak muda sekarang kan menyebut teman dekat itu sebagai status pacaran. “Sudah lama ya bie?”, tanyaku pada Pato yang memang raut wajah sudah menunjukkan wajah menunggu lama.”G kok baru sekitar 15 menit beb”, jawabnya padaku. “Gina dan Lena belum pulang”, tambahnya. “Nih masih nungguin Anggrek dijemput pacarnya”, jawab Gina sambil seskali mengumbar tawa kecil. “Ya dah aku duluan ya, nanti keburu kesorean mau kepasar”, sela Lena. “Biar aku antar Len”, sahut Gina. “ G usah Gin, biar aku naik angkot aja, nati kamu terlambat pulang”, “gpp, sekalian aku nanti mau kerumah kamu, disuruh mamaku pesan makanan untuk arisan keluarga hari minggu nanti”, paksa Gina pada Lena. “Baiklah kalau begitu”, “Anggrek, Pato kami pulang duluan yach”, pamit Gina. “Iya, hati-hati”, jawabku dan Pato. Gina dan lena pun beranjak dari dekatku dan Pato menuju mobil Honda jazz warna merah milik Gina. Setelahnya keduanya memasuki mobil itu, mobil itupun segera berlalu dari hadapan kami dan sekali bunyi klakson terdengar tanda pamitan pada kami. “Rafles mana beb, g pulang bareng”, tanya Pato padaku. “Rafles hari ada latihan futsal dadakan”, jawabku. “Ya dah sekarang mau langsung pulang atau kemana dulu”, “Kita langsung pulang saja nanti bunda khawatir coz aku lum bilang kalau hari ini Rafles ada latihan futsal dadakan”, “g mau makan dulu beb”, “g tadi aku udah makan di kantinj ma anak-anak”, “ya dah aku anter pulang sekarang”. Aku pun segera naik ke atas motor sport warna merah itu, bersama PAto ku rekatkan tanganku di piggangnya agar tidak terajatuh. Obrolan demi obrolan pun mengiringi perjalan Pato mengantarku pulang, pemandang indah pun melengkapi mulai dari gedung-gedung yang menjulang tinggi hingga persawah sempit telah kami lewati berdua dengan motor sport warna merah milik Pato. Waktu berjalan memang sangat cepat tapi bagiku karena aku pulang bareng Pato waktu itupun seakan hilang diterpa semilir angina yang lewat, membuatku seakan ingin berlama-lam lagi dengan Pati tapi saying hari tak bisa karena aku harus segera menyampaikan amanah Rafles pada bunda. Selang 20 menitan tibalah kami tepat dihalaman rumah ku yang dikelilingi bebungan dibagian pinggirannya. “Aku langsung pulang ya beb”’, tanya Pato padaku setelah membiarkanku turu dari motornya.” Kok gitu g mau mampir makan dulu, nanti kamu kelaparan luw bie”, “g makacih, aku langsung pulang saja mau makan dirumah saja tadi mama sms katanya dah bikinin masakan special buat aku, “ya dah hati-hati kalau gitu”, “iya, salam buat bunda yach”, “iya nanti aku samapaiin ma bunda”, “daa…beiby”, pamitanya padaku dan segera menyalakan mesin montornya untuk melaju meninggalkan halaman rumahku yang asri. Aku pun segera masuk rumah dan menemui bunda yang lagi masak didapur. “Assalamualaikum”, “waalaikumsalam”, jawab bundaku. “siang mbok nem”, sapaku didekat telinga mbok nem setelah cium tangan bunda. “siang,e…siang…siang,siang non”, jawab mbok nem dengan gaya latahnya yang selalu muncul jika dikagetin. “oya bun,Rafles pulang telat hari ini karena ada latihan futsal”,”lho bukannya latihan futsalnya Rafles hari selasa dan sabtu”, “owh hari katanya dadakan bun karean bulan depan mau ada lomba futsal smp se-DKI”, “ya udah gpp, cepet kamu ganti baju dulu sana,terus makan”, “iya bun, daa….mbok nem”, jawabku sembari jailin mbok nem.”dadadadadaa…adada..eh..daaa.. non”, jawab mbok nem tetap dengan gaya latahnya. Sedangkan bundaku hanya geleng-geleng sembari mengumbar senyum melihatku menjaili mbok nem.
Setelah sholat isyak berjamah bersama keluarga, aku dan keluargaku pun menempati ruang makan yang tertata rapi lengkap dengan makanan lezat yang tertata rapi di meja makan yang siap disantap. Seperti biasa suasana di ruang makan yang menyenangkan dan kekeluargaan mengiringi makan malam keluargaku. Makan malam itupun berakhir dengan habisnya nasi disetiap piring anggota keluargaku. Dan berlanjutlah aku kedapur membantu mbok nem dan bunda mencuci piring dan merapikan meja makan. Kemudian kamipun sekeluarga ngobrol diruang keluarga sembari menikmati acar tv. “Bun, kapan jadinya mengundang keluarga pak alex untuk makan malam dirumah kita, sudah lam kita g kumpul bareng mereka”, tanya ayahku pada bundaku. “Rencananya cih malam minggu ini yah, menurut ayah gimana?”, jawab bunda lemah lembut, “boleh juga bun, nanti biar ayah telpon pak alex untuk memberitahukan ini”, “iya yah besok aku juga mau kasih tahu pato”, sahutku. “dasar kak anggrek, pasti tuch seneng banget yah mau cari perhatian ma om alex and tante lina biar dijadiin menantu”, ledek rafles padaku. “biarin yang penting kan ayah ma bunda udah setuju, iya kan yah bun?”, jawabku sembari menjulurkan lidah tanda balasan ledekku pada rafles. “Iya”, jawab bundaku. “Tuch kan yah, bunda pasti dukung kak anggrek”, manja rafles pada ayah. “Sudah-sudah ayah memang mengijinkan kamu berteman dekat dengan pato tapi ingat, ayah tidak mau kamu mengingkari kepercayaan ayah apalagi mengecewakan ayah sama bunda”, “iya yah anggrek tahu kok, anggrek janji pada ayah dan bunda bakal jadi anak baik dan jadi kebanggaan orang tua, dan adekku yang nyebelin ini…hehehe”, “apa?nyebelin kakak tuch yang nyebelin”, “ye bukannya kamu yang suka gangguin kakak”, “iya cih, habis kakak suka usil juga cih”, “sudah-sudah kalian ini kalau deket kayak kucing sama tikus tapi kalau g ada pada nyariin”, sahut bunda menengahi ledekan aku dan rafles. Malam semakin larut aku dan keluarga pun muai lelap dalm mimpi yang indah untuk menyambut hari esok yang cerah.
“Berangkat dulu yah, bun”, pamitku karena sudah dijemput pato. “Iya hati-hati”,pesan ayah dan bundaku. “daa…daa…adekku tersayang”, ucapku pada rafles sembari mengusap-usap rambutnya dan kemudian berlari meninggalkan ruang makan. “Kak anggrek, awas yach rambutku rusak nich”, gerut Rafles. “Sudah-sudah kan masih bisa disisir lagi, sekarang lanjutkan sarapannya nanti biar tidak telat”, bujuk bunda pada rafles. Pato sudah siap menungguku didepan rumah, dan kami pun berangkat ke sekolah duluan meninggalkan rafles yang nebeng mobil ayah.Motor yang ku naiki bersama Pato pun melaju dengan kencang, hingga tak lama kemudian tibalah kami tepat di depan gerbang sekolahku. “o…ya bie malam minggu besok ayah ma bunda ngajaki kamu ma orang tua kamu buat makan malam di rumahku lho!!!”, ucapku memberitahu Pato soal undangan makam malam ayah sama bunda. “Iya semalam papa udah kasih tahu aku soal undangan makan malam itu, katanya semalam ayah kamu telpon papa”. “Ya dah masuk kelas sana, aku mau berangkat ke sekolah aku dulu nanti aku telat lagi..hehehe”, ucap Pato sesekali mengumbar senyum padaku. “Iya kamu hati-hati yach?”, “iya”. Pato pun kemudian menancap gasnya dan melaju meninggalkanku di depan gerbang bisu itu.
Akhirnya malam minggu yang aku tunggu-tunggu itu datang juga, malam dimana aku, keluargaku, dan keluarga Pato makan malam bersama dirumahku. Sungguh sangat menyenangkan, layaknya keluarga besar yang sedang berkumpul. “Ayo mari-mari dicicipi makanannya”, ucap bundaku mempersilahkan Pato dan orang tuanya untuk menikmati hidangan makan malam yang menggoyangkan lidah semua orang. Berbagai Jenis makanan dari yang biasa hingga yang kelas elit pun di sajikan keluargaku untuk menambah keakraban makan malam itu. “Ayo Pato jangan malu-malu ngmabilnya”, tambah ayah mempersilahkan calon mantunya. Semua menkmati makan malam di rumahku itu dengan menyenangkan. Seusai makan malam Pato dan keluarga masih ngobrol di rumahku. Kedua orang tua Pato ngobrol bersama ayah dan bundaku  di ruang tamu. Sedangkan Pato asik bermain kartu dii kamar Rafles. Karena melihat keasyikan mereka akhirnya akupun ikut bergabung bersama mereka. “Kak Pato kapan nich aku diajakin main motor di sirkuit benerannya kak Pato, bukannya kak Pato dah janji ma aku?”, ungkap Rafles pada Pato menagih janjinya. “Iya nanti, habis balapan minggu depan nanti kalau aku menang kita bisa bebas main motor di sirkuit, makanya doain kakak menang yach?”, “iya dech kak aku doain, yang penting jangan lupa ajak aku main di sirkuit, soalnya bosen juga kak main futsal melulu.hehehe”,”Alah dek kamu itu sok gaya, bilang bosen ntar aja luw bunda bilang suruh istirahat dari futsal mohon-mohon biar diijinin main lagi ma bunda,huh”, “yach kak anggrek ini ga tahu isi hati cowok cih”, ucap Rafles sok puitis. Kami bertiga pun terus larut dalam canda dan permainan kartu yang menyenangkan. “Pato, itu papa sama mama kamu ngajakin pulang katanya suddah malam”, tiba-tiba sajja suara bunda itu merasuk memasuki kamar Rafles. “Iya tante”. Kami pun segera turun menuju ruang tamu setelah bunda menjemput kami di kamar Rafles. “Kami permisi dulu, terimakasih atas makan mlam yang menyenangkan ini”, ucap papa Pato berpamitan pada keluargaku. “iya sama-sama, kami sangat senang kok bisa mengundng pak Alex sekeluarga”, jawab bundaku. “Oya om, tante, Anggrek, dan Rafles ini ada tiket nonton balapan aku minggu depan jangan sampai tidak datang yach”, sela Pato. “Iya tenang saja om dan keluarga pasti datang untuk menyaksikan nak Pato bertanding di dirkuit minggu depan”, “iaya kak tenang aja Rafles bakal dukung penuh kak Pto kok”, “alah dek alay banget cih”, “napa cih nenek sihir ini ikut campur aja, huh”, “sudah-sudah kalian ini tidak malu apa ada om alex dan marlina disini masih bertengkar saja”, ucap bunda yang selalu menjadi penengah pertengkaran aku dan Rafles. Malam semakin larut dan akhirnya pun Pato dan Keluarga pamit dan meninggalkan rumahku.
Matahari sudah muali meninggi, aku dan keluarga sibuk bersiap-siap mau menonton pertandingan balap Pato. Diriku ku persiapan semaksimal mungkin untuk mendukung Pato. Rafles yang paling semangat, dipersiapkannya spanduk yang bertuliskan “Kak Pato pasti menang”. Agar tak ketinggalan start aku dan keluarga pun segera berangakat menuju sirkuit tempat balapan Pato. Dan tak selang beberapa lama setelah melewati jalanan lurus dan berliku kamipun pun tiba di sirkuit itu. Setelah menukarkan tiket, kami pun segera masuk dan menuju kursi penonton. Segeralah kami menduduki kursi penonton, dan ternyata papa dan mama Pato sudah siap menunggu kami disana. Jam sudah menunjukkan pukul 09. 45 WIB, berarti pertandingan 15 menit lagi segera dimulai. Rafles pun membuka spanduk yang dibawanya, akupun bersiap menatap kearena balap dimana Pato bersiap disana dengan banyak lawannya. 15 menit pun berlalu, peluru sebuah pistol pun sudah ditembakan. Suara motor-motor balap itu pun menggelegar siap menaklukkan arena balapan, penontonpun bersorak-sorai memberikan dukungan pada jagoan mereka masing-masing. “Ayo Pato kamu pasti menang!!!”, teriakku memberikan semangat pada kekasihku tercinta. “Kak Pato ayo tancap gasnya”, tambah Rafles mendukung Pato. Gas motor masing-masing pembalappun sudah dilepaskan, roda mereka sudah mulai melaju melewati sirkuit balap. Pato yang mempunyai motor dengan nomor 10 sudah mulai nampak kedepan diurutan kedua setelah pembalap nomor 7. Salip menyalip antara pembalap pun terjadi di arena balapan itu. Mereka semua harus berjuang untuk sebuah kemenangan. Awan yang tadinya cerah tiba-tiba saja perlahan berubah menjadi mendung. Rintik-rintik air hujan pun mulai membasahi arena balapan. Pertandingan semakin seru karena hujan mulai melebat. Para Pembalap bertahan diarena balap itu dengan kesiapan penuh. Mereka terus bersemanagat untuk menaklukkan lawan-lawan mereka. KAmi para penonton meskipun jarak pandang kami mulai meredup karena hujan lebat tapi kami tak patah semangat untuk mendukung para jagoan kami. “Pato ayo semangat jangan biarkan air hujan ini mengalahkanmu”, teriakku untuk menambah semangat Pato meskipun suaraku ini entah terdengar ataupun tidak. “Eh kak lihat itu kak Pato menyalip, sekarang ada diurutan pertama, ayo kak Pato semangat”, ucap Rafles semabari menunjuk kearah Pato. Detik-detik yang menegangkan pun terjadi ketika memasuki lap-lap akhir. 2 putaran lagi para pembalap akan menyelesaikan pertandingannya. Sementara itu Pato masih ada diurutan pertama, melaju terus hingga memasuki lap akhir. Dan tiba-tiba saja keterkejutan itu terjadi, jalanan sirkuit yang licin telah menguabah segalanya. Motor Pato terpeleset dan mengguling terseret hingga garis finish dan menabrak pagar pembatas arena, Api menggobar disana. Kami para penonton pun seketika berdiri menyaksikan itu, menyaksikan tubuh Pato terseret oleh motornya. Garis finish yang memberikannya kemenangan juara pertama sekaligus telah memberinya luka. air hujan pun seperti tak peduli, ia tetap saja mengalir dari langit tak peduli denagn tubuh Pato yang tergeletak bersama motornya disana. Tubuhku pun seketika beranjak dari tempat dudukku, tak peduli denagn air hujan, semua penonton, dan pertandingan balap yang berlangsung aku terus berlari kearah Pato diikuti dengan keluargaku dan papa dan mama Pato. Para penyelamat yang bersiaga juga sudah siap menolong Pato. Memadamkan api yang membakar motor Pato, dan menyegerakan pertolongan pada Pato. Akupun tiba diarena tempat Pato terbaring, Pato masih disana para penyelamat masih berusaha melepaskan tubuh Pato dari jeratan pagar pembatas. Aku segera memeluknya membuka helm yang dikenakannya. Darahpun mengalir dari kepalanya, air hujan terus mengalir menamabah kelancaran aliran darah Pato. Aku tak kuasa kuusap darahnya tapi tak ada henti, aku ketakutan takut ada dengan Pato. Air mataku pun tak terbendung lagi, ikut mengalir bersama air hujan membasahai darah Pato yang menaglir. Ayah dan papa Pato berusaha membantu tim penyelamat melepaskan tubuh Pato yang melekat pada pagar pembatas. Mama ato tak kuasa menahan tangisnya dan bersamaku memeluk Pato. “pa, ma, Pato minta maaf kalau selama ini Pato belum bisa jadi anak yang membanggakan orang tua, Dan Pato minta satu hal pa, ma sayangi Anggrek terus buat Pato”, tiba-tiba saja kata-kata itu terlontar dari mulut Pato. Kedua orang tua Pato pun mengiyakan tentang permintaan Pato. Akhirnya tubuh Pato terlepas dari jeratan pagar pembatas itu. Tapi Pato tak mau ketika kami semua hendak mengangkatnya kerumah sakit, Pato ingin tetap diarena balap. “Anggrek aku sayang banget sama kamu, jaga dirimu ya, jangan pernah bersedih untuk kepergianku, dan Rafles ambilah piala kemenangan kakak untuk kamu, kakak minta maaf karena tidak bisa menepati janji kakak buat kamu”, ucap Pato masih lancar meski tubuhnya bersimpah darah. “Iya bie aku juga saying banget sama kamu now and forever”, jawabku. “Iya kak Rafles tunggu sampai kakak bisa kok”, jawab Rafles. “om tante maafkan Rafles, pa ma Pato sangat bahagia bisa menjadi anak papa dan mama, love you all”, ucap Pato lagi dengan mulai terengah-engah. Dan tiba-tiba saja kepala Pato yang ku peluk seketika melemas dan saat itulah sang malaikat telah membawa roh Pato menuju alam yang berbeda dengan kami. TUbuhku tak kuat beranjak, aku masih terduduk disitu memeluk tubuh Pato yang mendingin. Sedangkan mama Pato seketika tak sadarkan diri. Entah siang itu aku tak tahu apa yang terjadi, masihkah aku bermimpi atau kenyataan yang tak siap aku jalani. Kekasihku meregang nyawa diarena balapannya. Aku ingin berteriak tapi tak sanggup, aku ingin ingin berlari tapi tubuhku melemas seperti terjerat tali. AKu masih memeluk tubuh Pato, bahkan ingin rasanya terus aku peluk tubuh itu untuk selama-lamanya. Ayahku melepaskanku dari pelukan itu, aku melawan tapi tak sanggup karena tubuhku yang seperti ikut mati. Aku menangis tiada henti tak rela melihat Pato di bawa tim penyelamat menuju ambulan. Ku raupkan darah Pato yang masih ada ditanganku, Andai aku bisa rasanya saat itu aku ingin minum darah Pato agar mengalir ditubuhku. Mendungpun tak mempedulikan aku, entah air hujan ini air matanya karena ikut merasakkan kesedihannku atau untuk melengkapi aliran darah Pato yang tersisa diarena balap itu. Pemandangan apa ini pertandingan balap yang harusnya memberiakan senyum kebahagiaan, kin malah menyisakan air mata yang berlinang, menyisakan duka yang selamanya menjadi kenangan. Hari beranjak sore, jenazah Pato pun sudah siap untuk disholatkan. Aku ikut menyolatkannya bersama denagn orang-orang yang menyayanginya. Rumah Pato penuh sesak dengan tamu yang membawa karangan bunga, bahkan direktur utama balapan pun ikut hadir disana. Harapan tamu-tamu itu memberikan ucapan selamat untuk pernikahanku denagn Pato telah musnah Karena kenyataan yang ada mereka datang untuk ikut menyaksikan kematian Pato. Sebenarnya kau ingin sekali bangun dari mimpi ini, tapi itu tak mungkin karena ini bukan mimpi yang bisa aku pilih endingnya tapi ini adalah sebuah kenyataan yang mau tak mau aku harus mejalaninya. Kenyataan yang menyisakan kenangan aku dan Pato. Kenyataan yang membuatku kehilanagn Pato untuk selama-lamanya. Melihat Pato ditidurkan di dalam tanah aku tak kuasa, tubuhku seketuka melemas dan entahlah apa yang terjadi. Aku tersadar sudah berada di kamar Pato malam itu. Aku sendiri disana berharap Pato akan datang dan masuk ke kamar, tapi jelas kemungkinan itu nihil. Ku peluk semua foto Pato di kamar itu. Air mataku tak henti mengalir seakan tak ada lagi bendungan yang menghentikan air mataku untuk terus mengalir. Sebuah duka yang melengkapi lembaran hidup telah tertulis di sana. Hal yang pasti dihadapi oleh siapapun yang hidup di dunia ini.
10 hari sudah setelah kepergian Pato air mataku masih saja mengalir seakan kotak air mataku telah habis terkuras, mataku masih saja sembab karenanya. Berbagai nasehat ku terima dari segala orang yang menyayangiku untuk merelakan kepergian Pato. Rela sebuah kata yang entah aku sudah miliki untuk Pato atau tidak. Hari-hari yang cerah masih saja mendung buatku sejak kepergian Pato. Bila hujan turun aku masih teringat akan darah Pato yang mengalir bersamanya diarena balapan itu. Ayah dan bunda juga Rafles selalu berusaha menghiburku, tapi aku masih saja terlarut dalam kesedihan itu. Kesedihan yang aku sendiri sebenarnya tak mau itu, tapi aku tak bisa membohongi diriku karena aku sangat kehilangan Pato setelah kepergiannya. “Kak, jalan-jalan yuk”, ucap Rafles yang menghampiriku di teras depan. “Kamu saja sendiri, kakak lagi males kemana-mana”, “yah kakak g seru donx kalau jalan-jalan sendiri. Ayo donk kak!!!!!!!!!” Rafles terus merayuku.
Akhirnya aku pun terbujuk oleh Rafles. Aku beranjak dari tempat dudukku. Berdiri meninggalkan lamunanku di teras depan. Kutemani Rafles jalan-jalan. Mengintari dalamnya mall mangga dua. Mall megah tak terkira. Langkahku berderap mengikuti Rafles. Berjajar took-toko nan megah disana. Meski bukan sekali ini aku kesana, tapi kali ini seperti asing bagiku. Ramainya pengunjung mall sama sekali tak menghiraukan aku. Mereka asyik belanja, berjalan, dan bercanda. Sedang aku termangu menatap semua itu. Terhenti di depan sebuah took baju. Sendiri kehilangan jejak Rafles. Sejenak lamunanku kembali. Disinilah terakhir aku membeli sebuah kaos bersama Pato. Masih terlihat jelas bayangan itu. Aku seperti melihat diriku bersama Pato memilih-milih kaos yang cocok untuk kami. “yang ini aja beb warna merah kita samaan pasti cocok”, suara itu masih terngiang jelas ditelingaku. Masih meratap-ratap ada dan nyata untukku.
“Ayo kak kita lihat sale baju disana”, ajak Rafles yang kembali menghampiriku yang terhenti didepan toko itu. Ditariknya tanganku menuju sebuah sale baju di lantai dua mall itu. Kamipun mengobrak-ngabrik baju mencari-cari yang muat dibadan kami. Para pengunjung mulai membludak. Tak mengenal tua-muda, dewasa-kecil, laki-laki perempuan, semuanya bercampur mengobrak-ngabrik tumpukan baju yang sedang sale besar-besaran. Para pemburu sale itu makin lama makin sesak. Entah apa apa yang mereka cari baju yang sedang sale itu atau hanya sensasi berdesakkan diarena sale baju. Mereka semua meroyok, tak peduli bau keringat menyengat yang penting ikut maju. Suasananya hampir mirip ayam yang rebutan makan. Saling menyambar yang penting dapat makan.
Aku pun tak mau terjebak dalam situasi itu. Ku ajak Rales meninggalkan tempat itu. Lagi-lagi lamunan tentang Pato kembali hinggap di benakku. Di sebuah tangga berjalan penuh sesak tak ku pedulikan desakan demi desakkan menyentakku. Berlarilah seorang laki-laki misterius yang dikejar satpam. Laki-laki itu hampir mendorongku tapi dihalangi oleh Rafles. Mataku seperti berhenti berkedip melihat Rafles adikku terjatuh dari tangga berjalan itu karena menolongku. Kakiku kian menambah kecepatan, berlari menghampiri tubuh adikku yang tergapar dibawah tangga berjalan. Ku peluk tubuh Rafles, darah mengalir ditanganku. Aku takut, darah itu, aku tak mau kejadian Pato terulang disini, apalagi terulang pada adikku, adikku satu-satunya, yang tak kutemukan dibelahan dunia manapun, adik kesayanganku. Berpasang-pasang mata terpaku menatap kearah kami. Tapi tak sepasang matapun yang beranjak kearah kami. Hingga datanglah pak satpam yang baik hati menolongku membawa Rafles ketaksi didepan mall. Ku tinggalkan mall yang ramai sesak itu menuju rumah sakit.
Rasa takut terus menerpaku. Kecemasan semakin menghinggapiku. Ku tunggu dokter setengah tua itu tak kunjung keluar dari ruang Rafles di rawat. Hatiku semakin kacau, ayah dan bunda yang ku telpon juga tak kunjung datang. Tiba-tiba saja tepat saat dokter keluar dari ruang Rafles di rawat ayah bundaku pun datang menghampiriku. “Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini, keadaan pasien sangat kritis karena kehilangan banyak darah dan harus segera dilakukan operasi donor darah”, ucap dokter itu dramatis. Betapa aku tak bisa berkata-kata mendengar ucapan dokter itu. Air mataku pun kian membanjiri pipiku. “Lakukan apapun dokter yang penting anak kami selamat”, pinta ayahku pada dokter itu. “Baiklah, siapa anggota keluarga yang darahnya sama dengan pasien saya harap bisa mendonorkan darahnya”, “saya dok, ambil darah saya sebanyak mungkin untuk menyelamatkan adik saya”, ucapkan dengan penuh harap. Karena memang aku dan ayahlah yang darahnya sama dengan rafles. Akhirnya dokterpun menyiapkan segalanya, akupun dibawa keruang transfudi darah. Jarum suntik nan runcing ditancapkan suster di tanganku. Hanya berselang beberapa menit saja sekantung darahku sudah tersedot. Akupun segera beranjak dari ruang itu menuju ruang operasi mengikuti dokter untuk menunggu adikku di operasi. Bersama ayah dan bundaku yang cemas, akupun tak kuasa menahan kekhawatiranku akan keadaan Rafles. Tubuhku terasa melemas karena donor darah tadi, tapi aku tak boleh cengeng, Rafles seperti ini karena ulahku. Oleh karenanya tak boleh aku melewatkan sedetikpun keadaan Rafles.
Sejam berselang keluarlah dokter dari ruangan UGD, aku, ayah, dan bunda pun segera menghampiri sang dokter. “Bagaimana keadaan anak saya dok?”, suara bundaku lemah penuh kecemasan. “Operasinya bejalan lancar, bila malam ini anak ibu bisa melewati masa kritis, insaallah bisa segera baikkan”, jawab dokter itu sedikit memberi harapan pada kami. Malam yang menegangkanpun menghampiri kami, keadaan Rafles semakin kritis saja. Dokterpun memancing-mancing detak jantung Rafles tak kunjung stabil. Hingga akhirnya kami harus menunggu lagi. Bunda memaki-makiku karena penuh kecemasan akan Rafles. Bunda menyalahkanku akan keadaan Rafles. Betapa hatiku remuk tak pernah sekalipun aku di maki-maki bunda seperti ini. Ku coba bertahan, mencoba mengerti bunda seperti ini karena khawatir akan Rafles. Setelah ditenangkan ayah bundapun memelukku. Kurasakan kehangatan pelukan bunda. Kusadari betapa ayah dan bunda sangat menyayangi aku dan Rafles. Karena bila terjadi sesuatu pada kami, wajarlah ayah dan bunda tak kuasa menahan kekhawatirannya.
Mentari mulai menampakkan batang hidungnya. Kurasakan gerakan tangan Rafles lemah. Akupun beranjak dari mimpiku yang hinggap ketika aku menunggui rafles. Ku usap mataku untuk memandang Rafles. Perlahan mata Rafles pun ikut terbuka. Lagi-lagi senyum itu, senyum Rafles yang selalu membuatku luluh setiap kali dia menjahiliku. Kali ini senyum itu memberikan harapan bukan hanya untuknya, tapi juga untukku, ayah, dan juga bunda. Secercah harapan itu menyirnakan kecemasan dan kekhawatiranku, ayah, dan bunda. Kuteriak memanggil ayah dan bunda yang tertidur di sofa di sudut kamar dekat ranjang Rafles. Betapa kami sangat senang melihat Rafles sudah siuman dan melewati masa kritisnya. “alhamdulilah kondisi pasien sudah mulai stabil, dan kemungkinan akan terus membaik”, ucap dokter setelah memriksa keeadaan Rafles.
Selang tiga hari pun akhirnya Rafles sudah bisa pulang dari rumah sakit. Betapa senangnya aku, adikku yang amat kusayangi sudah kembali sehat dan kembali ke rumah bersamaku. Hari-hari dimana Rafles menjahiliku sudah kembali. Senyuman manis kembali tertebar di keluargaku.
Sore ini kami sekeleurga menyaksikan pertandingan final futsal SMP se-DKI, dimana salah satu pesertanya adalah Rafles dan kawan-kawannya. Bertandingan berlangsung sangat sengit. Gol pun sangat sulit di ciptakan, tepat di menit 45 gawang Rafles dan kawan-kawan kebobolan lebih dahulu. Tapi di babak kedua Rafles dan kawan-kawan membalikkan keadaan menjadi 4 : 3, skor ini bertahan hingga akhir. Dan sudah pasti Rafles dan kawan-kawanlah yang menjadi juara pertama futsal SMP se-DKI.
Hari berganti hari keluargaku semakin bahagia, hari-hari dimana kami selalu bersama selalu ada. Akupun selalu berusaha untuk senyum, meski tak mungkin melupakan Pato tapi terus kucoba untuk menerima kenyataan yang ada. Bersama ayah, bunda, dan Rafles aku melewat hari-hari yang indah. Dan dengan para sahabatku, aku melewatkan keceriaan bersama.
Tepat hari ini aku jadian dengan kak Deko ketua osis di sekolahku dulu waktu aku kelas 2 sma. Si ganteng yang smart dan selalu di gandrungi para cewek-cewek di sekolahku. Sekarang ini kak Deko sudah kuliah di Universitas Indonesia semester satu mengambil jurusan ekonomi. Sedangkan aku sendiri sekarang sudah duduk di kelas 3 sma. Tepat setahun Pato pergi dari kehidupanku. Hari ini aku mencoba untuk memulai cintaku yang baru dengan kak Deko. Dan lusa tepat malam minggu aku akan pergi berkencan dengan kak Deko untuk pertama kalinya. Ku ceritakan soal aku jadian dengan kak Deko pada Lena, Gina, dan Clara, mereka sangat mendukungku.
Tibalah malam ini, malam minggu yang sudah aku nanti. Malam ini untuk pertama kalinya aku berkencan dengan kak Deko. Aku merasa sangat senang, karena kak Deko mau menerimaku apa adanya. Menerimaku yang masih saja tak bisa menghilangkan Pato dari benakku. Rafles yang selalu menjadi orang yang pertama yang ku kasih tahu bila aku punya pacarpun sudah mendukungku untuk memulai kisah cintaku dengan kak Deko. Mobil Honda jazz warna silver memasuki halaman rumahku. Keluarlah kak Deko dari dalam mobil itu, menghampiriku yang duduk diteras rumah bersama ayah, bunda, dan Rafles. Setelah minta izin dan berpamitan dengan ayah dan bunda, aku dan kak Deko pun beranjak dari rumahku. Perlahan mobil Honda jazz silver yang ku naiki bersama kak Deko melaju dijalanan.
Selang setengah jam tibalah kami di salah satu restoran mewah. Duduklah kami disana dan makan makanan yang begitu lezat. Seusai makan kamipun berencana nonton di bioskop. Kamipun beranjak dari restoran menuju bioskop. Sekitar jam sebelas malam kami pun melaju pulang. Tiba-tiba saja dijalanan yang sepi mobil kami dihadang oleh empat orang yang naik motor. Betapa takutnya aku, orang itu menggedor-gedor pintu mobil kami dan menyuruh kami untuk keluar. Awalnya kami tak mau keluar, tapi setelah mereka memecahkan spion mobil kak Deko, kamipun keluar. Salah satu dari mereka mencoba masuk ke mobil, tapi kak Deko menghalangi. Merekapun akhirnya berkelahi. Aku yang berusaha ingin membantu kak Deko tidak bisa, karena tanganku dicengkram oleh salah seorang pria bertubuh kekar memakai jaket kulit.
Tubuhku melemas menyaksikan salah seorang dari penjahat itu menusuk perut kak Deko. Setelah kejadian penusukan itu mereka kabur, dan salah seorang dari mereka membawa kabur mobil kak Deko juga. Aku tak bisa apa-apa, pikiranku kacau, tak satupun mobil lewat dijalan ini. Aku semakin bingung darah terus mengalir dari perut kak Deko, ku pegang erat tubuhnya. Aku takut sekali, kejadian yang sama, yang belum hilang dari benakku. Kejadian Pato dan Rafles, aku tak mau terjadi pada kak Deko. Apalagi kejadian tentang Pato, aku tak sanggup bila terjadi lagi. Aku semakin cemas saj, tak satupun orang yang bisa ku mintai pertolongan.
Ku coba cari bantuan, tapi dimana tak ada satu orang pun lewat. Sedangkan tubuh kak Deko semakin melemas. Segera teringkat akan handphone, kucoba telpon Gina karena jalanan ini dekat rumah Gina. Aku bersyukur Gina ada, dan siap meluncur menolongku. Ku peluk erat tubuh kak Deko. Air mataku pun terus terurai, ketakutan semakin menderaku. “Anggrek, bila nanti aku pergi jangan pernah kau sesali hari-harimu bersamaku, karena aku sangat mencintaimu, dan jangan pernah hilangkan aku dari hatimu”, ucap kak Deko dengan suara yang lemah. “Kakak ngomong apa cih, kakak pasti selamat, sebentar lagi Gina datang menolong kita kak, kak Deko bertahan ya?”, ucapku menangkan kak Deko. “Anggrek aku sangat mencintaimu”, tambah kak Deko dan terus tak sadarkan diri. Aku semakin takut, ku peluk tubuh kak Deko erat-erat.
Hingga mobil Honda jazz merah menghampiri kami. “Anggrek kamu baik-baik saja kan”, suara Gina sedikit menenangkanku. Aku dan Gina pun segera membawa kak Deko ke rumah sakit. “Maaf pasien sudah tidak bernyawa sebelum tiba di rumah sakit”, ucap sang dokter dengan penuh keberanian menyampaikan kabar itu padaku dan Gina. “Apa?, tidak bernyawa tidak mungkin, aku yakin kak Deko baik-baik saja”, pikirku dalam hati. Tapi lagi-lagi kenyataan berkata lain, kenyataan yang sama sekali tak ku harapan. Tetapi kenyataan itu justru sudah ada dihadapanku. Hatiku sungguh kacau, bingung tak tahu arah. Harus ku katakan apa nanti pada orang tua kak Deko, dan ku jelaskan apa pada ayah dan bundaku.

3 komentar:

  1. continuously i used to read smaller posts which also clear their motive,
    and that is also happening with this article which I am reading at this time.
    Review my web blog :: printable diaper coupons

    BalasHapus
    Balasan
    1. trims gan meskipun g paham bahane... heheeeeee

      Hapus
  2. There's certainly a lot to find out about this subject. I like all the points you made.

    Here is my blog post overstock coupons

    BalasHapus

>>> Please do not use anonymous ....
>>> Berikan data anda dengan benar.....
>>> Berikan komentar anda sebagai bukti bahwa anda adalah pengunjung dan bukan robot......
>>> Komentar ANONIM tidak akan ditanggapai oleh admin......
>>> Sorry, Admin will not respond to anonymous comments are not clear. so thank you